Covered Story

Derita Nakes Bontang Berjuang Redam Pandemi, Kala Nyawa Dipertaruhkan, Hilal Insentif 6 Purnama Tak Juga Tampak

Loading

Derita Nakes Bontang Berjuang Redam Pandemi, Kala Nyawa Dipertaruhkan, Hilal Insentif 6 Purnama Tak Juga Tampak
Selain berisiko terinfeksi Covid-19, tenaga kesehatan Kota Bontang juga mengalami permasalahan insentif yang belum dibayarkan. (Ilustrasi)

Derita Nakes Bontang Berjuang Redam Pandemi, Kala Nyawa Dipertaruhkan, Hilal Insentif 6 Purnama Tak Juga Tampak. Transmutasi aturan di waktu yang tidak tepat, jadi dalil pemerintah pusat dan daerah menggantung hak para nakes dalam separuh warsa. Dari APBD 2021 yang sudah lewat ketok palu sampai membengkaknya taksiran yang harus dibayarkan.

Akurasi.id, Bontang – Peran tenaga kesehatan (nakes) di tengah pandemi tidak dapat digantikan oleh siapa pun. Para nakes berada di garda depan penanganan Covid-19, mulai dari fase pelacakan, pengetesan, hingga perawatan pasien positif. Besarnya peranan para tenaga kesehatan juga diikuti risiko besar transmisi virus corona di tempat kerjanya.

Banyaknya tenaga kesehatan yang gugur menjadi salah satu gambaran beratnya perjuangan mereka menangani dan merawat pasien Covid-19, serta mengantisipasi paparan virus yang setiap saat mengintai. Sebagai bentuk dukungan, pemerintah memberikan insentif bulanan bagi setiap tenaga kesehatan.

Tenaga kesehatan yang merawat pasien atau ditugaskan di fasilitas kesehatan rujukan Covid-19, berhak mendapatkan insentif dari pemerintah pusat. Kementerian Kesehatan telah menerbitkan aturan baru melalui KMK Nomor HK.01.07/MENKES/4239/2021, di mana seluruh insentif akan dikirim langsung ke rekening tenaga kesehatan yang bersangkutan.

Jasa SMK3 dan ISO

Sebagai catatan, usulan penerima insentif harus berasal dari fasilitas kesehatan dan besaran nilai yang dibayarkan disesuaikan dengan tingkat risiko infeksi. Tingkat risiko infeksi tersebut mengacu pada status zona wilayah tempat bekerja tenaga kesehatan.

Dari data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bontang, batasan tertinggi insentif yang dibayarkan terbagi menjadi empat kategori, yaitu dokter spesialis Rp15 juta, dokter umum dan gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta, serta tenaga kesehatan lainnya Rp5 juta. Skema pembiayaan yang dibayarkan langsung ke rekening tenaga kesehatan bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadi pungutan atau pemotongan.

Kendati demikian, praktik penundaan pembayaran tanpa kepastian menjadi salah satu bentuk penyimpangan mekanisme pemberian insentif nakes di Bontang. Terhitung sejak Januari 2021 belum ada pembayaran jasa atau insentif untuk para nakes tersebut.

Baca Juga  BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bontang Serahkan Santunan Kecelakaan Kerja

Kepala Dinkes Kota Bontang, dr Bahauddin mengatakan, penundaan pembayaran insentif untuk nakes dikarenakan belum adanya penganggaran atau belum dianggarkan. Kata dia, di tahun sebelumnya alokasi insentif untuk nakes langsung dikucurkan dari pemerintah pusat.

“Dana dari pusat hanya meng-cover hingga September 2020. Sehingga untuk pembayaran Oktober-Desember dialihkan ke pemerintah daerah,” ujarnya saat ditemui usai rapat dengan Komisi II DPRD Bontang, Senin (21/06/2021).

Pun demikian, hal inilah yang menjadi kendala. Pasalnya, regulasi peralihan pembayaran insentif nakes ke pemerintah daerah baru terbit di bulan Februari 2021. Sedangkan anggaran APBD Kota Bontang untuk tahun 2021 sudah terlebih dahulu diketok.

“Kami sudah mengusulkan untuk direalisasikan pada anggaran pergeseran 2021. Tapi belum mencapai kesepakatan,” ucapnya. Pihaknya hanya bisa berharap, anggaran untuk nakes di Kota Bontang bisa terealisasi pada anggaran perubahan.

Baca Juga  Membedah Beban Insentif Nakes Bontang Sebesar Rp18 Miliar yang Belum Dibayarkan Pemerintah

Membedah Beban Biaya yang Mesti Dibayarkan Pemerintah

Di sisi lain, proyeksi anggaran yang dibutuhkan untuk membayar nakes selama setahun terhitung Januari-Desember 2021 mencapai Rp18.987.857.724. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Staf Perencanaan Program dan Keuangan Dinkes, Rahmahwati Asmaya.

Kata dia, anggaran tersebut merupakan asumsi kebutuhan anggaran insentif untuk 12 bulan berdasarkan realisasi yang diinput di aplikasi INNAKES. Angka tersebut didapat dari perhitungan rasio jumlah nakes terhadap pasien dan jumlah hari kerja nakes.

“Asumsi anggaran harus memperhitungkan dua hal tersebut,” jelas Rahmah. Adapun rincian anggarannya, untuk puskesmas capai Rp3.960.000.000, laboratorium kesehatan daerah Rp420.000.000, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Taman Husada Bontang Rp14.607.857.724.

Baca Juga  Mencatat Tren Positif Kinerja Industri Jasa Keuangan di Kaltim Seiring Melandainya Pandemi

Sedangkan untuk pembayaran insentif empat bulan pertama terhitung Januari-April, membutuhkan anggaran mencapai Rp3.827.500.101. Angka tersebut mengacu pada data hasil inputan nakes yang sudah terverifikasi dalam aplikasi INNAKES setidaknya ada 746 nakes.

Ia merincikan, dari 6 puskesmas yang ada di Bontang, masing-masing mengusulkan 11 nakes, totalnya ada 264 nakes. Sehingga insentif yang akan dibayarkan sejumlah Rp1.320.000.000. Kemudian, Labkesda menginput 7 data nakes dan kebutuhan anggaran untuk pembayaran insentif mencapai Rp140.000.000. Selanjutnya untuk nakes di RSUD Taman Husada, yang ter-input di sistem INNAKES baru bulan Januari dan Februari.

Untuk bulan Januari, ada 228 orang dengan jumlah anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp1.150.178.624 dan Februari terinput ada 226 orang, sehingga alokasi dana yang dibutuhkan yakni Rp1.217.321.477.

Namun angka itu masih bisa berubah, mengikuti kemampuan keuangan di daerah. Sehingga ada tiga pilihan persentase pembayaran yakni 100 persen, 75 persen, dan 50 persen. Kata dia, jika mengacu pada regulasi yang sudah ditetapkan, dengan pola besaran insentif tertinggi, kalkulasi 100 persen itu membutuhkan anggaran sekitar Rp25.740.000.000, sementara untuk 75 persen berkisar Rp19.305.000.000. Pun untuk 50 persen berada diangka Rp12.870.000.000.

Baca Juga  1.500 Dokter Ikuti Sosialisasi Manfaat BPJS Ketenagakerjaan: Perluas Perlindungan Jaminan Sosial di Kalangan Praktisi Kesehatan

“Ada simulasi perhitungan, tapi tetap mengikuti kemampuan keuangan daerah,” ujarnya.

Menantikan Hilal di Balik Janji Pemerintah

Sementara itu, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Bontang, Surya Wijaya mengaku sangat kecewa karena hingga saat ini belum ada kepastian kapan insentif nakes akan dibayarkan. Padahal, seluruh nakes yang ada sangat mengharapkan insentif tersebut.

Ia hanya bisa berharap, apa yang menjadi hak nakes bisa segera dibayarkan, mengingat saat ini pasien Covid-19 mengalami tren kenaikan dalam dua pecan terakhir. “Belum ada kepastian. Kami hanya bisa berharap apa yang menjadi janji pemerintah bisa direalisasikan secepatnya. Sehingga semangat nakes bisa terpacu kembali,” ujarnya.

Baca Juga  TERKINI: Kasus Covid-19 Semakin Meradang, Presiden Jokowi Putuskan PPKM Darurat Diperpanjang

Pria yang berprofesi sebagai perawat di RSUD Bontang itu, merasa iri kepada rekan kerjanya yang bertugas di rumah sakit swasta. Seringkali ia mendapat pertanyaan dari rekannya perihal insentif yang belum terbayarkan.

Surya tahu betul regulasi yang ada di rumah sakit daerah dan swasta jauh berbeda. Kata dia, pembayaran insentif rekannya di rumah sakit swasta tidak pernah terlambat apalagi sampai nunggak hingga berbulan-bulan. Hal itulah yang kerap dijadikan bahan candaan rekannya.

“Saya sering dicandain teman yang di rumah sakit swasta, sering ditanya kapan insentifnya cair. Walaupun mereka bercanda, tapi saya sebenarnya merasa iri,” tukasnya.

Menurut dia, tidak seeloknya pembayaran insentif untuk pegawai rumah sakit daerah ditunda. Pasalnya, beban kerja pegawai di rumah sakit daerah dan swasta itu jauh berbeda. Untuk pasien dengan kondisi sedang hingga berat dirawat di rumah sakit daerah, sedangkan di rumah sakit swasta merawat pasien sedang dan ringan. Apabila kondisi pasien semakin parah, akan di rujuk ke rumah sakit daerah.

Baca Juga  Ucapan Ramadan Dari RSUD Dr Bahauddin

“Rasanya tidak adil, jujur saya sangat kecewa, dengan beban kerja yang berbeda, tapi pembayaran insentif kami ditunda,” ujarnya. (*)

Penulis: Fajri Sunaryo
Editor: Dirhanuddin

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button