Jadi Ibu Kota Negara, Masih Layakkah Kaltim Menguras Habis Hasil Sumber Daya Alam?
Akurasi.id, Samarinda – Ketergantungan masyarakat dan Pemerintah Kaltim terhadap sektor pertambangan mesti harus mulai dikurangi. Selain karena tidak ramah lingkungan, eksploitasi sumber daya alam (SDA) tidak terbarukan kapan saja bisa habis. Karenanya, pemerintah dituntut berpikir ekstra keras mengembangkan sektor ekonomi alternatif di luar pertambangan.
Saran itu salah satunya datang dari Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kaltim Tutuk SH Cahyono. Wakil ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kaltim itu berpendapat, sedari saat ini pemerintah sudah harus mulai mengembangkan ekonomi alternatif di luar pertambangan batu bara maupun minyak dan gas (migas).
Ekonomi alternatif yang dimaksud dapat berupa hilirisasi pertambangan. Hal yang sama juga mesti dilakukan untuk sektor lain seperti perkebunan kelapa sawit. Pasalnya, ada banyak potensi sawit yang dapat dikembangkan selain hanya mengekspor bahan mentahnya. Begitu pula dengan sektor pariwisata, Kaltim mempunyai potensi yang cukup menjanjikan.
“Kita tidak boleh terlena hanya dengan pertambangan. Kita mesti menggali lagi potensi lain yang dimiliki Kaltim. Saya yakin, Kaltim punya banyak potensi yang bisa dikembangkan. Kalau yang dipikirkan hanya tambang, maka semua akan fokus ke situ saja,” tutur dia, Rabu (11/9/19).
Iklim investasi yang baik mesti harus diciptakan Pemerintah Kaltim. Baik dengan menghadirkan regulasi yang memudahkan para investor dalam berinvestasi maupun jaminan atas kegiatan usaha yang mereka jalankan. Tidak hanya untuk sektor pertambangan, tetapi juga untuk sektor lainnya.
“Perlu dipikirkan caranya menciptakan iklim investasi agar investor tidak hanya lari ke pertambangan. Harus ada sektor lain yang menarik. Regulasi pertambangan yang diperketat juga sangat baik. Sehingga orang mau berinvestasi di sektor lain,” kata dia.
Selain itu, Pemerintah Kaltim dinilai perlu giat mengevaluasi setiap kebijakan yang telah dikeluarkan. Mencari tahu apa yang menjadi hambatan dan kendala para investor sehingga masih enggan menanamkan modalnya di luar sektor pertambangan. “Kita dengarkan apa usulan dan masukan dari para calon investor. Kita cari tahu apa yang jadi hambatan sehingga mereka tidak mau masuk,” sarannya.
Manfaatkan Momentum Pembangunan IKN
Dipilihnya Kaltim sebagai lokasi pembangunan ibu kota negara (IKN) perlu dilihat sebagai sebuah peluang besar mendorong pengembangan ekonomi selain pertambangan. Sebab akan ada banyak peluang usaha dan investasi yang masuk ke tanah Benua Etam –sebutan Kaltim- jika IKN telah dibangun pemerintah.
Tutuk mengemukakan, rencana pembangunan IKN harus dapat dimanfaatkan sebagai dasar lompatan menciptakan ekonomi alternatif. Dana ratusan triliun akan dikucurkan pemerintah pusat dalam beberapa warsa ke depan. Pembangunan infrastruktur yang akan paling terasa nantinya.
“Dengan pembangunan IKN, maka konsentrasi investasi di bidang pertambangan sebagian di antaranya sudah bisa dipecahkan. Karena akan ada banyak infrastruktur yang dibangun di Kaltim. Tinggal bagaimana menciptakan peluang investasi di sektor hilirisasinya,” ujar dia.
Pertumbuhan ekonomi dan investasi di sebuah daerah tidak bisa dilepaskan dari ketersediaan infrastruktur pendukung yang disiapkan pemerintah. Hilirisasi sektor pertambangan dan perkebunan sawit juga akan sangat bergantung pada ketersediaan infrastruktur penunjang.
“Ketika IKN dibangun, maka infrastruktur akan masuk. Itu menjadi kunci menurunkan biaya transportasi, logistik, dan sebagainya. Infrastruktur bisa membuat aliran barang lebih baik. Jasa juga bisa begitu. Infrastruktur akan menjadi magnet investasi di Kaltim,” sebutnya.
Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi Kaltim trwulan I 2019, yakni 5,36 persen dengan produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) Rp 165,12 triliun dan PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) Rp 120,97 triliun.
Struktur ekonomi terbesar dari sisi produksi, yakni 46,25 persen dari sektor pertambangan dan penggalian, 17,74 persen (industri pengolahan), dan 9,07 persen (kontruksi). Sementara struktur terbesar dari sisi pengeluaran yakni 35,97 persen (ekspor luar negeri), 29,60 persen (pembentukan modal tetap bruto/PMTB), dan 26,46 persen (net ekspor antar daerah).
Adapun untuk pertumbuhan tertinggi dari sisi produksi yakni 16,14 persen (kontruksi) dan 2,93 persen (listrik dan gas). Sedangkan untuk pertumbuhan tertinggi dari sisi pengeluaran, yakni 16,29 persen (pemerintah) dan 7,60 persen (Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga/LNPRT).
Segera Siapkan SDM Agar Tidak Tergerus Persaingan!
Selain harus memikirkan pengembangan ekomoni alternatif, Pemerintah Kaltim dinilai perlu segera menyiapkan juga sumber daya manusia (SDM) yang handal. Cepat atau lambat, transformasi teknologi dan dampak pembangunan IKN akan dirasakan masyarakat. Kemampuan menyesuaikan diri dengan laju pembangunan adalah kuncinya.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, indeks pembangunan manusia (IPM) di Benua Etam pada 2018 berada diangka 75,83, angka itu lebih tinggi dari IPM yang ditetapkan pemerintah pusat 71,39. IPM tersebut sekaligus menempatkan Kaltim berada diperingkat tiga nasional.
Berdasarkan IPM di kabupaten/kota, IPK tertinggi dipegang Samarinda yakni 79,93. Sementara IPK terendah yakni Mahakam Ulu (Mahulu) 66,67. Untuk IPM daerah lainnya seperti Berau 74,01, Kutai Timur (Kutim) 72,56, Bontang 79,86, Balikpapan 79,81, Penajam Paser Utara (PPU) 71,13, Paser 71,61, Kutai Kartanegara (Kukar) 73,15, dan Kutai Barat (Kubar) 70,69.
Menurut Tutuk, lambat laun Kaltim pasti harus membuka diri dengan adanya perkembangan pembangunan di Tanah Air. Apalagi jika IKN telah terbangun, maka akan ada jutaan penduduk Jakarta yang bermigrasi ke Kaltim. Otomatis, persaingan SDM tidak bisa terelakan seiring waktu berjalan.
“Persoalannya sekarang adalah bagaimana menyiapkan SDM yang baik dan handal di Kaltim. Bagaimana membangun iklim investasi yang kondusif dan kompetitif. SDM harus mampu menyambut itu,” tutur dia.
Pemerintah Kaltim dinilai berkewajiban menyiapkan SDM yang mampu menjawab tantangan kemajuan zaman. Selain itu, pergantian sistem kerja, ekonomi, dan produksi di era teknologi, juga sudah mesti mulai diantisipasi dengan menyiapkan SDM yang mumpuni.
“Untuk meningkatkan itu, maka diperlukan dukungan dari sektor pendidikan dan pemberian keterampilan. Masyarakat yang pindah profesi, harus diberikan keterampilan agar tidak menjadi pengangguran. Produktifitas itu, ketika input yang sama menghasilkan output yang lebih besar,” tandasnya. (*)
Penulis: Muhammad Aris
Editor: Yusuf Arafah