Mafia Tambang Iringi Longsor Sangasanga

Akurasi.id – Mafia pertambangan diduga kuat ikut mengiringi jalannya musibah tanah longsor di Jalan Kawasan, RT 09, Kelurahan Jawa, Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara, akhir pekan lalu. Sebab, di balik kegiatan PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN) yang berlangsung di daerah, disebut-sebut ikut diwarnai berbagai permasalahan dan pelanggaran.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang menyebut, terdapat beragam penyebab tanah longsor di Kelurahan Jawa, Kecamatan Sangasanga. Dia menyebut, kegiatan tambang PT ABN mengesampingkan beberapa regulasi. Antara lain regulasi batas jarak antara pemukiman dan tambang. Selain undang-undang, jarak pertambangan itu telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kaltim.
Hasil kajian Jatam menunjukkan, izin pertambangan PT ABN tumpang tindih dengan konsesi menyak dan gas (migas) PT Pertamina. Pasalnya, lahan pertambangan perusahaan tersebut masuk dalam kawasan PT Pertamina EP 5 Sangasanga.
Terdapat 12 kasus tumpang tindih penggunaan perjanjian pemakaian lahan bersama (PPLB) di kawasan tersebut. Jatam menduga, cara itu dijadikan modus korupsi di internal PT Pertamina EP 5 Sangasanga.“Harusnya itu diketahui oleh Menteri Keuangan. Karena itu aset Menteri Keuangan. Ini diduga melibatkan oknum-oknum top di tubuh PT Pertamina EP 5 Sangasanga,” ucap Rupang.
Ada 30 izin usaha pertambangan (IUP) di Kecamatan Sangasanga. Dari data itu, sebagian besar lahan di Kecamatan Sangasanga telah dikuasai perusahaan tambang. Artinya, mayoritas IUP itu tumpang tindih dengan kawasan yang dikelola PT Pertamina.
“Ini dijadikan bisnis oleh oknum-oknum tertentu yang menjadi sindikat di balik mafia pertambangan,” sebutnya.
Dari lahan yang digarap PT ABN, sekitar 80 persen menduduki wilayah Sangasanga. Dari 2.900 hektare izin milik PT ABN, sebanyak 80 persen masuk irisan kecamatan tersebut.
“Mayoritas pemegang saham perusahaan ini adalah PT Toba Bara Sejahtera. Owner PT Toba Bara Sejahtera adalah Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan,” katanya.
Butuh Langkah Konkret
Dia pesimistis dengan ketegasan pemerintah dalam menyelesaikan silang sengkarut tambang di Kaltim. Apabila problem tersebut ditangani Presiden Joko Widodo, justru akan ada kompromi. Karena pimpinan PT ABN masuk dalam lingkaran pejabat yang berpengaruh di istana.
Contohnya pada 2012 lalu. Terjadi konflik antara PT Toba Bara Grup dengan petani-petani setempat. Pasalnya, perusahaan berusaha menguasai lahan petani seluas 1.900 hektare di Kecamatan Muara Jawa, Sangasanga, dan Loa Janan.
“Laporan sudah di gubernur (Awang Faroek Ishak, Red.). Dan sekarang malah di PHP (pemberi harapan palsu) dan diwariskan ke gubernur yang baru. Itu catatan kritis kami tentang bagaimana ada oligarki perusahaan,” tegasnya.
Jatam mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim mengevaluasi serta memberikan sanksi keras pada perusahaan tersebut. “Karena perusahaan itu telah melakukan pelanggaran dan mengakibatkan kerugian masyarakat,” tutupnya. (*)
Penulis: Ufqil Mubin
Editor: Yusuf Arafah