Covered Story

Menanti Realisasi Janji (Palsu) Peningkatan Kesejahteraan Guru Honorer  oleh Pemprov Kaltim

Loading

Menanti Realisasi Janji (Palsu) Peningkatan Kesejahteraan Guru Honorer  oleh Pemprov Kaltim 2

Akurasi.id – Seorang guru honorer di salah satu SMA Negeri di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), HI (29) menyimpan ketidakpercayaan pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim terkait janji peningkatan gaji para pejuang tanpa tanda jasa itu. Alasannya, sudah bertahun-tahun guru honorer menanti realisasi penyesuaian gaji berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP), namun tak kunjung ditunaikan pemerintah.

Dia mengungkapkan kegelisahannya setelah tiga tahun tanggung jawab terhadap guru honorer SMA/SMK Negeri dilimpahkan pada pemprov. Semenjak itu pula, penerapan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada 2016 lalu, menjadi momok yang merugikan guru honorer.

“Kami belum percaya kepada pemerintah sebelum janji (pemberian gaji guru honorer sesuai UMP) itu ditunaikan. Kalau sudah masuk rekening, baru saya percaya. Selama ini kami sudah lama diberikan harapan palsu,” ujarnya belum lama ini kepada Akurasi.id.

Sebelum undang-undang tersebut diberlakukan, pemberian gaji masih ditanggung pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. Kebijakan pemberian gaji bulanan itu beragam. Bergantung kemampuan pemerintah di masing-masing daerah.

Jasa SMK3 dan ISO

Secara umum, para guru di SMA/SMK Negeri diberikan gaji yang lebih tinggi dibanding setelah tanggung jawab itu dilimpahkan kepada provinsi. Ada yang mendapatkan gaji setara Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) hingga diberikan insentif bulanan. Bahkan tak sedikit pula yang mendapatkan insentif dua kali lipat dari UMK.

Sejak 2017, di bawah kepemimpinan Awang Faroek Ishak, guru honorer SMA/SMK Negeri menerima gaji sebesar Rp 1,5 juta. Padahal di tahun tersebut UMP ditetapkan senilai Rp 2,3 juta.

Baca Juga  Breakthrough: Bagaimana Piala Dunia Sepak Bola Wanita 2023 Siap Membuat Sejarah

Imbasnya, sejumlah guru berusaha memeras keringat untuk memastikan kehidupan mereka tercukupi. Sebagian di antaranya mencari pekerjaan sampingan. Tetapi tak sedikit pula yang dengan sukarela meninggalkan profesi tersebut. Puncaknya tahun lalu, beredar luas kabar bahwa guru honorer ingin mundur secara massal dari profesi yang menjadi tulang punggung pendidikan tersebut.

Memang bukan perkara mudah. Guru dihadapkan dengan biaya hidup yang kian menggunung. Pendapatan Rp 1,5 juta setiap bulan di Kaltim, hanya cukup untuk membiayai kehidupan paling minimalis untuk pemuda bujang. Padahal sebagian besar guru honorer sudah mengabdi bertahun-tahun sehingga memiliki istri dan anak yang harus dibiayai kehidupannya.

Janji Palsu?

Berkali-kali dilakukan pertemuan antara asosiasi guru, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim, serta Komisi IV DPRD Kaltim, muncul beragam kesepakatan. Salah satunya, selama empat bulan sejak September hingga Desember 2018, guru mendapatkan tambahan insentif sebesar Rp 700 ribu. Dengan demikian, guru memiliki pendapatan bulanan senilai Rp 2,2 juta.

Meski begitu, masih tersimpan kekecewaan dari asosiasi guru honorer. Ketua Umum Sahabat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Honorer (FORSA-PTKH) Kaltim, Abdul Samad menyebut, sejak bulan Maret 2018, Dinas Pendidikan telah menjanjikan realisasi pembayaran gaji guru selama setahun.

Pihaknya percaya dengan janji tersebut. Alasannya, Kepala Dinas Pendidikan Kaltim, Dayang Budiati mengaku telah menyediakan dana Rp 30 miliar untuk membayar gaji guru honorer sesuai UMP.

Belakangan Dayang berkilah, pembayaran gaji sebelum bulan September 2018 tak dapat direalisasikan. Dalihnya, terdapat aturan yang menghalangi Pemprov Kaltim untuk membayar gaji di bulan-bulan yang telah lampau.

Baca Juga  Bongkar Mafia Solar Ilegal di Kaltim, Mabes Polri Ikut Turun Tangan, Sudah Amankan 4 Orang

Ketua Komisi DPRD Kaltim, Rusman Yaqub, sejalan dengan alasan yang dilontarkan Dayang. “Dalam perkembangannya, dari Mei ke Agustus, terjadi dinamisasi pelaksanaan anggaran. Sehingga yang mestinya satu tahun dibayar penuh itu, tetapi terkendala aturan. Katanya ada aturan bahwa pembayaran tidak boleh berlaku surut,” ucapnya.

Aturan yang dimaksud yakni Peraturan Presiden (Perpres) nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam perpres tersebut disebutkan, penggunaan anggaran tidak dapat berlaku surut.

“Sehingga tersisa tahun berjalan saja yang dibayarkan. Maka lahirlah angka yang kami sepakati itu di APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Perubahan,” katanya.

Gaji Diberikan Sesuai UMP Asal Didukung APBD

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim 2019, Dinas Pendidikan telah mengajukan anggaran sebesar Rp 140 miliar untuk menyesuaikan gaji guru non-Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu. Rencananya setiap bulan, guru akan mendapatkan gaji Rp 2,75 juta.

Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi menjawab secara diplomatis ketika ditanyakan komitmen pemprov memberikan gaji guru sesuai UMP. Dia memiliki keinginan untuk memperjuangkan kesejahteraan guru. Namun harus didukung anggaran yang memadai.

“Kami akan tingkatkan gaji guru. Kalau disetarakan itu namanya janji. Kita enggak boleh janji. Ada duit, kita tingkatkan. Kalau daerah kita kaya, jangankan UMP, tiga kali UMP pun bisa diberikan,” tegasnya.

Kemampuan daerah menjadi dasar bagi Hadi merealisasikan penyesuaian gaji guru honorer. Jika dilihat dari nilai APBD Kaltim yang meningkat hingga Rp 10,75 triliun, maka harapan guru itu dapat ditunaikan pemerintah.

Baca Juga  Jangan Panik! Virus Corona Tak Mudah Menular, Ini Cara Mencegahnya

Itu pula yang diinginkan Gubernur Kaltim, Isran Noor. Hadi mengaku komitmen itu telah dijalankan gubernur semenjak menjadi Bupati Kutim. “Beliau sudah lakukan di Kutim. Guru, pembina agama, tenaga kesehatan, dan penyuluh pertanian, dulu semuanya dikasih insentif. Nanti itu akan dijadikan program di provinsi,” bebernya.

Skema yang Berbeda

Pada 2016, Kaltim memiliki APBD senilai Rp 10,9 triliun. Di tahun berikutnya, APBD daerah terkaya sumber daya alam ini disetujui legislatif senilai Rp 8,820 triliun. Anggaran itu terjun bebas dibandingkan 2014 yang ditetapkan Rp 13,93 triliun.

Merosotnya APBD Kaltim itu membuat pemprov memangkas sebagian besar kegiatan dengan melakukan efisiensi besar-besaran. Tak terkecuali mengambil kebijakan penurunan gaji guru honorer.

Hadi berpendapat, menurunnya APBD tidak mesti membuat pemerintah memangkas gaji guru honorer non-PNS. Langkah berbeda dapat dilakukan dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kalau PAD kita meningkat, kesejahteraan guru akan diperhatikan. Itu dulu yang perlu diperhatikan. Kalau PAD sudah tinggi, maka kita mudah menggelontorkan dana untuk guru,” ucapnya.

Pengamat pendidikan dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Lambang Subagyo menilai, setelah kewenangan penggajian guru honorer dialihkan di provinsi, mestinya pemprov sudah menghitung rasio guru. Sehingga penggajian dan pengembangan profesi guru dapat ditingkatkan.

“Dengan adanya pengaturan penempatan guru, bisa memperbaiki kinerja dan kesejahteraan guru. Daerah yang kelebihan guru harus digeser, dipindah ke daerah yang kekurangan guru. Karena dengan pemetaan dan distribusi, pemerintah bisa mengatur penggajian guru sesuai UMP,” kata Lambang. (*)

Penulis: Ufqil Mubin
Editor: Yusuf Arafah

Print Friendly, PDF & Email

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button