DPR Ingin Evaluasi Mahkamah Konstitusi Pasca Demo Kawal Putusan MK
Akurasi.id – Setelah ramainya demonstrasi “Kawal Putusan MK”, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan untuk mengevaluasi posisi Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini diungkapkan oleh Ketua Komisi II DPR RI dari fraksi Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tandjung. Ia menyatakan bahwa lembaganya akan mengevaluasi posisi MK dalam jangka menengah dan panjang karena MK dianggap telah mengerjakan banyak urusan yang bukan menjadi kewenangannya.
“Nanti kami evaluasi posisi MK karena memang sudah seharusnya kami mengevaluasi semuanya tentang sistem, mulai dari sistem pemilu hingga sistem ketatanegaraan. Menurut saya, MK terlalu banyak urusan yang dikerjakan, yang sebetulnya bukan urusan MK,” ujar Doli dalam keterangan di Jakarta, Kamis, 29 Agustus 2024.
Alasan Evaluasi Posisi MK
Menurut Doli, salah satu contoh keputusan MK yang dianggap melampaui kewenangannya adalah terkait pilkada. Ia berpendapat bahwa MK seharusnya hanya meninjau ulang Undang-Undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi malah masuk ke hal-hal teknis yang bukan menjadi ranahnya.
“Selain itu, banyak putusan MK yang seakan mengambil kewenangan DPR sebagai pembuat undang-undang. Pembuat undang-undang itu hanya Pemerintah dan DPR, tetapi seakan-akan MK menjadi pembuat undang-undang ketiga,” tegas Doli.
Doli juga menekankan perlunya mengubah hierarki tata urutan peraturan perundang-undangan karena putusan MK bersifat final dan mengikat. Menurutnya, putusan MK sering kali memunculkan upaya politik dan hukum baru yang harus diadopsi oleh peraturan teknis.
Namun, sehari setelah pernyataannya, Doli membantah telah berbicara mengenai rencana evaluasi posisi Mahkamah dalam forum apa pun. “Saya tidak pernah bicara seperti itu, keterangan dari mana ya itu?” kata Doli saat dikonfirmasi oleh Tempo, Jumat, 30 Agustus 2024.
Putusan MK yang Menjadi Sorotan
Sebelumnya, MK melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, telah mengubah beberapa aturan terkait pilkada. Salah satunya, MK membatalkan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada dan menyatakan bahwa partai politik tanpa kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan kepala daerah berdasarkan perolehan suara sah di pemilu.
Selain itu, MK juga mengubah penghitungan syarat usia calon kepala daerah dalam UU Pilkada. Perubahan ini memicu perdebatan dan dianggap oleh sebagian pihak, termasuk DPR, sebagai tindakan yang melampaui kewenangan MK.
Evaluasi posisi Mahkamah Konstitusi oleh DPR menunjukkan dinamika politik dan hukum yang terus berkembang di Indonesia. Langkah ini perlu dikaji lebih lanjut, mengingat pentingnya keseimbangan kekuasaan antara lembaga negara dalam menjalankan fungsinya sesuai dengan UUD 1945.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy