Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso – Film Netflix yang Membuat Gelombang Kontroversi
Akurasi, Nasional. Jakarta, 5 Oktober 2023 – Film dokumenter berjudul “Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso” yang tayang di platform streaming Netflix telah menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Film ini mengangkat kasus pembunuhan beracun yang melibatkan Wayan Mirna Salihin dan Jessica Wongso, dan memunculkan berbagai kontroversi dan spekulasi.
Dalam film ini, disajikan kembali peristiwa tragis yang terjadi pada tanggal 6 Januari 2016, ketika Mirna Salihin tewas setelah meminum kopi beracun di sebuah kafe di Grand Indonesia, Jakarta. Jessica Wongso, seorang teman Mirna yang juga hadir di kafe tersebut, kemudian ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan karena diduga mencampurkan sianida ke dalam kopi yang dikonsumsi Mirna.
Salah satu elemen yang paling mencolok dalam film ini adalah wawancara dengan ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin, yang menjadi sorotan karena penampilannya yang kontroversial. Dalam film ini, Edi Darmawan terlihat berbicara dengan gaya ceplas-ceplos dan mengungkapkan bahwa ia sering berganti-ganti pasangan dan pandai merayu wanita. Ini adalah pengakuan yang tidak biasa, terutama di depan pusara makam putrinya.
Penampilan Edi Darmawan ini memicu beragam reaksi di masyarakat. Beberapa orang mengkritiknya karena dianggap kurang sensitif terhadap perasaan keluarga Mirna yang masih berduka. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Edi Darmawan berbicara dengan jujur ​​tentang masa lalunya.
Selain itu, film ini juga membahas isu-isu lain yang berkaitan dengan kasus tersebut, termasuk asuransi jiwa yang dimiliki oleh Mirna Salihin. Dalam film ini disebutkan bahwa Mirna memiliki asuransi jiwa senilai US$ 5 juta di luar negeri, yang setara dengan sekitar Rp 69 miliar. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa ada yang sengaja menjebak Jessica agar bisa mencairkan dana asuransi jiwa milik Mirna.
Namun, informasi ini kemudian menjadi bahan perdebatan. Ayah Mirna, Darmawan Salihin, menyatakan bahwa asuransi yang dimiliki oleh Mirna hanya bernilai Rp 10 juta. Polisi juga pernah mengklaim bahwa Mirna tidak memiliki asuransi jiwa dengan nilai US$ 5 juta. Kontroversi seputar jumlah uang pertanggungan asuransi ini masih menjadi perdebatan hangat.
Selain itu, film ini juga mengungkapkan bahwa Jessica Wongso sebenarnya pernah mengunjungi Kafe Olivier, tempat kejadian pembunuhan, tiga hari sebelum peristiwa tragis tersebut terjadi. Hal ini menjadi fakta baru yang tidak banyak diketahui oleh publik sebelumnya. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, mengungkapkan informasi ini dalam sebuah wawancara yang termasuk dalam film. Dewi Haroen, seorang saksi ahli psikologi dalam persidangan Jessica, juga mengaku tidak mengetahui fakta ini sebelumnya.
Fakta bahwa Jessica pernah ke Kafe Olivier tiga hari sebelum pembunuhan memunculkan pertanyaan baru tentang hubungannya dengan Mirna dan apa yang terjadi di kafe tersebut. Sebelumnya, publik hanya tahu bahwa Jessica hadir di kafe pada hari pembunuhan. Informasi baru ini bisa menjadi elemen kunci dalam memahami lebih lanjut kasus ini.
Meskipun film ini membawa berbagai informasi baru dan kontroversial ke permukaan, beberapa kritikus berpendapat bahwa film ini lebih fokus pada dramatisasi daripada menjadi dokumenter yang objektif. Mereka mengklaim bahwa naskah film ini memiliki pengaruh besar dalam membentuk persepsi penonton, daripada membiarkan penonton membuat penilaian sendiri atas fakta-fakta yang ada.
Namun, di sisi lain, film ini berhasil menarik perhatian masyarakat Indonesia yang memang suka dengan cerita-cerita dramatis dan misteri. Film ini menghadirkan kembali kasus pembunuhan yang sudah menjadi perbincangan publik selama bertahun-tahun dan membuatnya terasa segar dengan unsur dramatisasi yang kuat.
Film ini juga memunculkan pertanyaan tentang sistem peradilan di Indonesia. Terlepas dari bersifat dramatis, film ini secara tersirat menggambarkan bagaimana proses hukum berlangsung dan bagaimana berbagai faktor, termasuk faktor emosional, dapat memengaruhi hasil persidangan.
Masyarakat Indonesia, khususnya netizen, pasti akan terlibat dalam berbagai diskusi dan debat tentang film ini. Dengan adanya media sosial yang lebih luas dan berpengaruh daripada pada tahun 2016, film ini kemungkinan akan menjadi topik yang lebih serius dan mendalam dalam percakapan publik.
Secara keseluruhan, “Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso” adalah film dokumenter yang kontroversial dan mengundang perdebatan. Meskipun memiliki unsur dramatisasi yang kuat, film ini berhasil memenuhi selera masyarakat Indonesia yang suka dengan cerita dramatis dan misterius. Film ini juga membuka pintu untuk membahas lebih dalam tentang sistem peradilan di Indonesia dan memicu perdebatan yang mendalam di masyarakat.(*)
Editor: Ani