
BANDUNG, Akurasi.id – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menggagas program pembinaan siswa bermasalah dengan membawa mereka ke barak militer mulai 2 Mei mendatang. Program ini bertujuan menggembleng karakter siswa yang terlibat pergaulan bebas dan kriminalitas di beberapa wilayah rawan, bekerja sama dengan TNI dan Polri.
Dalam rencananya, sekitar 30 hingga 40 barak khusus telah disiapkan oleh TNI untuk menampung peserta program. Pemilihan siswa akan dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua, dengan prioritas kepada siswa yang sulit dibina atau terindikasi melakukan tindakan menyimpang. Setiap peserta akan mengikuti program pembinaan selama enam bulan penuh tanpa mengikuti sekolah formal.
“Selama enam bulan siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal. TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya,” ujar Dedi Mulyadi.
Namun, wacana ini mendapat kritik tajam dari berbagai pihak. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) melalui Koordinator Nasional, Ubaid Matraji, menilai pendekatan tersebut tidak tepat untuk mengatasi masalah siswa yang kurang motivasi belajar. Menurutnya, pendidikan karakter seharusnya dilakukan dengan pendekatan yang lebih mendidik dan suportif, bukan melalui metode militeristik.
Senada dengan JPPI, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, juga mengingatkan agar program ini tidak mengabaikan hak dasar siswa dalam memperoleh pendidikan formal. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembinaan karakter dan pengembangan akademik siswa.
“Tanpa mengabaikan hak-hak dasar siswa untuk mendapatkan pendidikan yang menyeluruh dan berorientasi pada pengembangan potensi siswa,” kata Lalu.
Lalu juga mengingatkan bahwa pembentukan karakter disiplin, nasionalisme, dan kesiapan bela negara sebenarnya telah terintegrasi dalam kurikulum melalui mata pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Ia menilai, program bela negara harus lebih menekankan kesadaran cinta tanah air dan kesiapan mental-spiritual, bukan semata melalui pelatihan fisik militer.
Meskipun bertujuan baik, gagasan ini dinilai perlu dikaji lebih mendalam agar tidak bertentangan dengan prinsip pendidikan nasional dan tidak menjadi beban tambahan bagi siswa.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy