Gusdurian Tolak Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan dalam Kebijakan Kontroversial
Gus Dur Dikenal Sebagai Satu-satunya Presiden Indonesia yang tidak Pernah Memberikan Konsesi Tambang Selama Masa Jabatannya

Jakarta, Akurasi.id – Jaringan Gusdurian secara tegas menolak pemberian izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi oleh mendiang Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur.
Konsistensi Gus Dur dalam Menolak Industri Ekstraktif
Menurut Inayah Wahid, perwakilan Pokja Keadilan Ekologi Jaringan Gusdurian, Gus Dur dikenal sebagai satu-satunya presiden Indonesia yang tidak pernah memberikan konsesi tambang selama masa jabatannya. Ia juga menerapkan moratorium penebangan hutan sebagai upaya menjaga kelestarian ekosistem. Rekam jejak ini menunjukkan komitmen Gus Dur dalam menolak industri ekstraktif yang merusak sumber daya alam dan mengeksklusi masyarakat dari ruang hidup mereka.
Risiko Keterlibatan Ormas Keagamaan dalam Pertambangan
Keterlibatan ormas keagamaan dalam sektor pertambangan menimbulkan banyak risiko. Watak organisasi keagamaan yang memiliki banyak pengikut di akar rumput, sementara industri pertambangan cenderung merusak alam, dapat menciptakan ketegangan sosial apabila terjadi masalah di tingkat lokal. Selain itu, banyaknya jumlah ormas keagamaan di Indonesia dapat menyebabkan kerumitan dalam pelaksanaan izin tambang yang berpotensi berujung pada penyalahgunaan wewenang oleh pengambil kebijakan.
Gusdurian Menentang Kebijakan Pemerintah
Jaringan Gusdurian menilai kebijakan pemerintah yang memberikan izin tambang kepada ormas keagamaan bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Undang-undang tersebut mengatur bahwa izin usaha tambang hanya dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan melalui lelang. Oleh karena itu, Jaringan Gusdurian meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan ini.
Dampak Lingkungan dan Sosial
Industri pertambangan di Indonesia penuh dengan tantangan lingkungan dan etika, seperti degradasi lahan, penggundulan hutan, dan penggusuran masyarakat lokal. Jaringan Gusdurian telah mendampingi berbagai kasus terkait, seperti di Wadas, Kendeng, Tumpang Pitu, Gorontalo, Pandak Bantul, Banjarnegara, dan Mojokerto. Aktivitas tambang batu bara secara global sudah dikategorikan sebagai bahan bakar kotor karena prosesnya yang merusak alam dan menghasilkan polutan berbahaya. Banyak negara di dunia kini mencari energi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara.
Ajakan untuk Mengkritisi Kebijakan Pemerintah
Gusdurian mengajak ormas keagamaan untuk tetap menjadi penjaga moral, nilai, dan etika bangsa serta mendampingi umat demi kesejahteraan bersama. Mereka juga mengajak masyarakat untuk terus mengkritisi kebijakan pemerintah agar penyelenggaraan negara tetap sesuai dengan konstitusi dan demi kemaslahatan rakyat.
Keputusan Presiden Joko Widodo melalui PP No. 25 Tahun 2024 yang mengizinkan ormas keagamaan mengelola tambang mendapat penolakan tegas dari Jaringan Gusdurian. Mereka menilai kebijakan ini tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat. Jaringan Gusdurian berharap pemerintah meninjau ulang kebijakan ini demi kepentingan bersama.(*)
Penulis: Ani
Editor: Ani