HeadlinePeristiwa

Kejaksaan Agung Hadapi Kritik dalam Kasus Impor Gula Tom Lembong: Dugaan Plagiasi Saksi Ahli Memperburuk Proses Hukum

Dugaan Plagiasi Saksi Ahli Memperburuk Proses Hukum di Pengadilan

Loading

Akurasi.id – Kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), kini tengah menjadi sorotan publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) dituding keliru dalam menetapkan Lembong sebagai tersangka dalam kebijakan impor gula yang dijalankan pada tahun 2015 hingga 2016. Kebijakan tersebut, yang dilakukan dengan mengacu pada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenperindag) Nomor 527/MPP/Kep/9/2004, dipertanyakan legalitasnya sebagai dasar untuk tindakan pidana.

Menurut ahli hukum pidana, Prof. Mudzakkir, kebijakan impor yang dilakukan Lembong tidak dapat dipidana, karena didasarkan pada peraturan yang sah dan mengikuti prosedur yang ada. Peraturan menteri dan kebijakan pemerintah lainnya tidak bisa menjadi dasar untuk mempidanakan seseorang, kecuali ada pelanggaran terhadap hukum yang lebih tinggi seperti Undang-Undang atau hukum perdata. Mudzakkir juga menilai bahwa langkah Kejagung bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 yang mengatur tentang peraturan perundang-undangan.

Baca Juga  Presiden Jokowi Garisbawahi Langkah Besar dalam Meningkatkan Produktivitas Nasional

Sebagai tambahan, izin impor gula yang diberikan kepada perusahaan pengimpor pada 2015 sesuai dengan ketentuan Kepmenperindag No. 527/2004, yang mengatur bahwa gula kristal mentah dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Gula. Meskipun pasal tertentu dalam peraturan tersebut mengatur pembatasan dalam distribusi gula yang diimpor, kebijakan yang diambil Lembong tidak melanggar peraturan, karena adanya pengecualian yang bisa ditetapkan langsung oleh Menteri Perdagangan.

Namun, proses hukum ini semakin kontroversial dengan adanya dugaan keterangan palsu dan plagiasi dalam laporan yang diajukan oleh saksi ahli. Dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 21 November 2024, pengacara Lembong, Ari Yusuf Amir, menuduh kedua saksi ahli hukum pidana yang dihadirkan Kejagung—Taufik Rachman dan Hibnu Nugroho—telah melakukan plagiasi dalam penyusunan affidavit mereka. Menurut Ari, keterangan yang disampaikan kedua saksi itu memiliki kesamaan yang mencolok, bahkan dalam penggunaan titik, koma, dan istilah hukum yang identik.

Baca Juga  Dirut PT MGRM Terjerat Korupsi Proyek Tangki Timbun, Pemkab Kukar Merugi Rp50 Miliar
Jasa SMK3 dan ISO

Kecurigaan ini semakin diperparah dengan pernyataan Hibnu Nugroho, yang mengaku tidak tahu menahu mengenai affidavit yang diserahkan kepada hakim, serta adanya penambahan poin dalam jawaban yang ia buat. Tindak lanjut dari pihak kuasa hukum Lembong adalah melaporkan kedua saksi tersebut ke polisi atas dugaan plagiasi. Dalam menghadapi tudingan ini, hakim tunggal Tumpanuli Marbun memutuskan untuk mengembalikan affidavit yang diajukan oleh kedua saksi ahli Kejagung dan menegaskan bahwa keterangan yang akan digunakan dalam sidang adalah yang disampaikan langsung oleh saksi ahli selama persidangan.

Baca Juga  Testimoni Pertama Jokowi Menginap di Rumah Dinas Menteri IKN

Proses hukum terhadap Tom Lembong semakin menarik perhatian publik, dengan berbagai pihak mengkritik tidak hanya keabsahan dasar hukum yang digunakan Kejagung, tetapi juga transparansi dalam penyampaian bukti dan keterangan saksi. Kasus ini menunjukkan pentingnya menjaga kredibilitas dalam proses hukum, baik dari segi bukti yang diajukan maupun kejujuran dalam penyampaian keterangan ahli.(*)

Penulis: Nicky
Editor: Willy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button