Jayapura, Akurasi.id – Kedatangan Ibu Negara, Iriana Jokowi di Bandara Sentani pada Senin (22/7) memicu berbagai kritik dari netizen dan tokoh masyarakat Papua. Kontroversi ini muncul bukan karena jadwal kedatangan, tetapi karena tim yang menyambut Ibu Iriana.
Mayoritas ibu-ibu yang menyambut Ibu Iriana mengenakan aksesori khas Papua, namun tidak ada satu pun mama-mama Papua yang turut dalam barisan tersebut. Selain itu, dari deretan ibu-ibu yang berdiri, tidak ada anak-anak yang terlibat, padahal kehadiran Ibu Negara adalah untuk menghadiri dan merayakan Hari Anak Nasional (HAN).
Pemandangan ini mengundang kritik tajam dari netizen. Banyak yang menyayangkan tidak adanya keterlibatan masyarakat asli Papua dalam penyambutan tersebut. Berbagai komentar sinis pun bermunculan.
Robert Wanggai, anggota Majelis Rakyat Papua, mengungkapkan kekecewaannya di media sosial pada Selasa (23/7). “Inikan momentumnya Hari Anak Nasional (HAN) jadi anaklah yang sepatutnya dijadikan sebagai objek utama, bukan saja dalam pelaksanaan tapi juga penyambutan. Anak Papua yang dikedepankan,” tulisnya.
Robert menilai panitia terjebak pada protokoler yang berlebihan sehingga terjadi kejadian tersebut. Panitia lokal tidak memiliki kewenangan untuk mengatur sendiri karena sudah menjadi ketentuan protokoler kepresidenan. “Disini netizen bisa menyaksikan dimana negara selalu gagal mengelola Papua,” tambahnya. Ia berpendapat tidak ada salahnya jika seorang anak kecil Papua dengan dandanan adat ditugaskan menyambut Ibu Negara, apalagi bertepatan dengan Hari Anak di Papua.
Netizen lain juga ikut memberikan kritik. “Ini pestanya anak-anak jadi seharusnya dorang yang nikmati manfaat, miris ya,” tulis Suzan. Seorang ibu rumah tangga, Desti, juga mengungkapkan pendapatnya, “Boh ini di Papua ka? Panitia bagaimana ini, perempuan Papua sudah habis ka, sampai tidak satupun yang berdiri disitu.”
Pria asal Papua Barat, Saleh, menambahkan, “Hal begini sering berulang dan selanjutnya apa? Apakah hanya bilang miris, sedih dan bingung kemudian dilupakan. Cuma sampai situ saja?” Saleh mengkritisi agar kejadian serupa tidak perlu terjadi lagi. Menurutnya, protokoler pusat tetap harus berkoordinasi bagaimana baiknya, sebab di wilayah seperti Papua, unsur dan penghargaan terhadap adat dan kedaerahan masih kental.
Warganet lainnya, Arul, mempertanyakan lokasi penjemputan yang sepertinya bukan di Papua. “Ini dimana ya? Kayak bukan di Papua,” singkatnya. Sindiran lainnya datang dari Primus, alumni salah satu kampus swasta di Jayapura. “Cenderawasih habis jadi biar sudah,” tutup Primus.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy