
Akurasi, Nasional. Jakarta 5 Maret 2024, Indonesia – Program uji coba makan siang gratis yang digagas oleh pemerintah mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Inisiatif yang dimaksudkan untuk meningkatkan gizi dan mengurangi angka stunting di kalangan pelajar ini, dinilai sebagai langkah yang terburu-buru tanpa persiapan matang, terutama dalam hal pendanaan dan implementasi.
Diluncurkan dalam beberapa sekolah terpilih sebagai bagian dari janji kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, program ini bertujuan untuk menyediakan makan siang bergizi bagi siswa. Namun, rencana untuk membiayainya melalui Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) spesifik menimbulkan kekhawatiran serius di antara para pendidik dan aktivis pendidikan.
Dalam sebuah wawancara, Imam Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), mengekspresikan kekecewaannya. “Menggunakan dana BOS untuk makan siang gratis adalah langkah yang tidak bijaksana. Dana tersebut seharusnya dialokasikan untuk memperbaiki kualitas pendidikan, membayar gaji guru, dan memperbaharui fasilitas sekolah,” tegas Imam. Kritik ini menggarisbawahi dilema pemerintah dalam mengalokasikan anggaran pendidikan yang terbatas.
Afriansyah Noor, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, membela program tersebut dengan menyatakan bahwa ini adalah langkah penting untuk menciptakan generasi Indonesia yang lebih sehat dan cerdas. “Kami sudah mempersiapkan ini dengan matang, dan tidak akan mengganggu pendanaan untuk aspek pendidikan lainnya,” ujar Afriansyah. Namun, ketika ditanya mengenai rincian sumber pendanaan, jawabannya yang ambigu hanya menambah kebingungan publik.
Kritik juga datang dari Faisal Basri, seorang ekonom senior dari Universitas Indonesia, yang mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam mengimplementasikan program tersebut. “Tampaknya ada ketidakkonsistenan dalam perencanaan dan eksekusi program ini. Masalah mendasar seperti variabilitas harga bahan makanan di berbagai daerah belum terjawab,” kata Faisal.
Kekhawatiran serupa diungkapkan oleh para guru yang berada di garis depan pendidikan. Mereka merasa bahwa program ini dapat menimbulkan masalah logistik dan mengalihkan fokus dari pembelajaran. “Saya khawatir ini hanya akan menambah beban kerja kami tanpa benar-benar meningkatkan kualitas pendidikan,” ungkap seorang guru SD di Jakarta yang meminta namanya dirahasiakan.
Pada sisi lain, beberapa orang tua siswa menyambut baik program ini sebagai inisiatif yang bisa meringankan beban biaya hidup. Namun, mereka juga mengharapkan pemerintah untuk memperhatikan kualitas pendidikan secara keseluruhan, bukan hanya aspek gizi.
Polemik seputar program uji coba makan siang gratis ini menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintah dalam memenuhi janji kampanyenya. Langkah terburu-buru tanpa kajian komprehensif terhadap dampak finansial dan logistiknya berpotensi merugikan tujuan utama peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan siswa. Kritikus menyerukan dialog lebih lanjut antara pemerintah, para pendidik, dan masyarakat untuk mencari solusi yang lebih berkelanjutan.(*)
Editor: Ani