
Jakarta, Akurasi.id – Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah memicu kontroversi dan penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, menyatakan penyesalannya atas pelaksanaan kebijakan ini. Setelah mendapat protes keras, Basuki memutuskan untuk menunda pelaksanaan Tapera hingga tahun 2027.
Apa Itu Tapera?
Tapera adalah program pemerintah yang diamanatkan oleh Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat yang disahkan pada tahun 2016. Program ini bertujuan untuk membantu masyarakat memiliki rumah dengan mengharuskan setiap pekerja, baik dari sektor ASN, swasta, maupun mandiri, menyisihkan 3% dari gajinya. Pembagian iuran adalah 0,5% dibayar oleh pengusaha dan 2,5% dipotong dari gaji pekerja.
Penyesalan Menteri Basuki
Menteri Basuki menyatakan penyesalannya atas pelaksanaan kebijakan Tapera. “Dengan kemarahan ini, saya pikir saya menyesal betul,” kata Basuki pada Kamis (6/6). Menurutnya, kebijakan ini ternyata menimbulkan reaksi negatif yang keras dari masyarakat, yang menganggap pemotongan 3% dari gaji mereka sebagai beban tambahan yang memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Penundaan Kebijakan
Basuki menyatakan bahwa ia dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sepakat untuk menunda pelaksanaan Tapera. Basuki menegaskan bahwa meskipun Tapera adalah amanat UU, pelaksanaannya harus menunggu kesiapan masyarakat agar tidak menimbulkan gejolak lebih lanjut.
Reaksi dari DPR dan Masyarakat
Penundaan pelaksanaan Tapera hingga tahun 2027 memberikan waktu bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan persiapan lebih lanjut. Dedi Wahidi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengusulkan agar Tapera tidak diwajibkan untuk semua pekerja. Menurutnya, banyak ASN yang sudah tidak lagi memiliki Surat Keputusan (SK), dan pemotongan gaji untuk Tapera bisa mengganggu kondisi finansial mereka. Usulan ini menekankan bahwa Tapera sebaiknya bersifat anjuran, bukan kewajiban.
Tantangan kepada DPR
Basuki menantang DPR untuk merombak aturan Tapera jika diperlukan. Menurutnya, dasar hukum pelaksanaan Tapera adalah undang-undang, dan jika DPR mendesak pemerintah untuk menunda atau merubah aturan ini, ia dan Menteri Keuangan Sri Mulyani siap mengikuti. Basuki juga mengajak DPR untuk mempertimbangkan usulan bahwa Tapera tidak diwajibkan bagi semua pekerja, melainkan dianjurkan untuk yang berminat saja.
Alasan Penundaan Tapera
Penundaan pelaksanaan Tapera disebabkan oleh beberapa alasan utama:
- Belum Siap: Masyarakat dianggap belum siap dengan kebijakan ini.
- Beban Ekonomi: Pemotongan 3% gaji dianggap sebagai beban tambahan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
- Reaksi Negatif: Gelombang protes dari berbagai kalangan menunjukkan bahwa kebijakan ini tidak diterima dengan baik.
Langkah Selanjutnya
Dengan penundaan pelaksanaan Tapera hingga tahun 2027, pemerintah memiliki waktu untuk mempersiapkan sosialisasi yang lebih baik dan memastikan bahwa masyarakat siap menerima kebijakan ini. Pemerintah juga perlu mendengarkan masukan dari berbagai pihak untuk mengembangkan kebijakan yang lebih baik dan dapat diterima oleh semua kalangan.
Penundaan kebijakan Tapera oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menunjukkan bahwa pemerintah mendengarkan suara rakyat dan berusaha mencari solusi terbaik. Penyesalan Basuki atas pelaksanaan kebijakan ini mencerminkan kepedulian pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat. Dengan penundaan ini, diharapkan kebijakan Tapera dapat diterima dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat di masa depan.(*)
Penulis: Ani
Editor: Ani