Covered Story

Sungai Perak Semakin Tercemar, Warga Menjerit Meminta Bantuan Air Bersih

Loading

sungai
Tercemarnya Sungai Perak di Kabupaten Kubar membuat warga setempat tidak lagi berani memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan mandi dan memasak. (Dok Akurasi.id)

Akurasi.id, Sendawar – Dugaan tercemarnya aliran Sungai Perak, Kampung Permai, Kecamatan Damai,  Kabupaten Kutai Barat semakin mengkhawatirkan. Jika beberapa hari sebelumnya aliran anak Sungai Pahu yang bermuara ke Sungai Mahakam ini masih bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan mandi dan mencuci pakaian, namun saat dikonfirmasi Rabu (27/11/19) malam tadi, Dones Husein Ketua Permusyawatan Kampung (BPK) Permai menuturkan, kalau saat ini kondisi air semakin buruk hingga sama sekali tak bisa dimanfaatkan warga di dua kampung yang melintasinya.

Air Sungai Perak semakin keruh. Buih pada permukaan air pun semakin banyak. Akibatnya warga di Kampung Permai dan Kampung Besi yang berpenduduk sekitar 3.000 jiwa, harus menggantungkan semua kebutuhan air bersihnya dengan cara membeli. Harganya Rp7.500 per jeriken isi 20 liter air bersih.

Baca Juga: Sungai Perak di Kubar Diduga Tercemar Limbah Perusahaan, Puluhan Ribu Ikan Ditemukan Mati, Dua Desa Ikut Terancam

“Airnya berbusa dan semakin keruh. Jadi sudah benar-benar tidak bisa lagi digunakan,” ucap Dones saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya.

Jasa SMK3 dan ISO

Empat hari semenjak Dones menemukan kondisi tak wajar di Sungai Perak, dia pun mengingatkan warga kampung agar tak menggunakan air itu lagi. Sebab saat ditemukan banyak ikan-ikan, udang serta bidawang (sejenis labi-labi/kura-kura punggung lunak) mati mengambang di sungai. Petaka itu muncul setelah hujan.

Baca Juga  Air Sungai Hitam dan Berbau, Diduga karena Limbah Perusahaan

“Sekarang hujan semakin sering terjadi. Otomatis pencemaran limbah semakin membahayakan,” akunya.

Mengenai air bersih, sebenarnya pihak kampung sudah mengadu ke berbagai pihak seperti pemerintah atau perusahaan agar mendapat bantuan distribusi air bersih. Tapi kenyataannya, hingga saat ini masyarakat di dua desa itu tak kunjung mendapatkan perhatian dari pihak mana pun.

“Syukur kalau yang punya uang. Kalau yang enggak punya bagaimana. Jadi kami mohon dengan sangat pemerintah setidaknya bisa memberi bantuan air bersih buat sementara ini,” harapnya.

Lebih jauh ia menerangkan, setelah peristiwa ini ramai tersiar di sejumlah media, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kubar menurunkan timnya untuk mengambil sampel guna uji laboratorium. Tujuannya jelas, untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab tercemarnya sungai. Apa benar karena perusahaan sawit dan batu bara yang berada di sekitar pemukiman. Atau murni fenomena alam. Akan tetapi, kedatangan tim DLH ini membuat  Dones kecewa. Seharusnya mereka bisa datang pada pagi hari. Namun kenyataannya mereka baru tiba pada siang menjelang petang.

“Mereka itu (Tim DLH) ke perusahaan dulu baru ke sini (Kampung Permai). Dan setibanya di sini, mereka tidak mau menggunakan sampel yang kami ambil saat awal kejadian. Mereka mengambil semuanya sendiri. Itu membuat kami semakin curiga dan kecewa,” beber Dones.

Dones sangat berharap mereka dibantu untuk menyelesaikan persoalan tersebut, sebab warga tak bisa berbuat banyak. Terlebih sebagian warga masih menggantungkan harapan mereka di sungai tersebut lewat hasil tangkapan ikan, kalau sungai tercemar seperti ini masyarakat harus berbuat apa. Utamanya suplai air bersih. Jarak dari Barong Tongkok, menuju Kampung Permai berjarak tempuh sekitar 60 kilometer atau dua jam perjalanan darat.

Baca Juga  Temukan Keindahan Wisata Papua yang Tak Terjamah: Perjalanan Menuju Surga Terpencil Indonesia

“Sekali lagi saya memohon bantuannya. Jika tidak ada, maka kami tidak tahu lagi ke depannya bakal seperti apa kami ini,” tutupnya.

Wakil Bupati Klaim Tidak Ada Warga Mengeluh

Dugaan pencemaran limbah perusahaan tambang dan sawit di Sungai Perak (Piraq) Kampung Bermai, Kecamatan Damai sudah sampai ke telinga Wakil Bupati Kutai Barat (Kubar) Edyanto Arkan. Orang nomor dua di Kubar ini menuturkan pihaknya melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sudah menurunkan tim untuk mengambil sampel sungai serta beberapa binatang yang mati akibatnya untuk dilakukan uji laboratorium.

“Dua minggu lagi baru bisa kita ketahui hasilnya. Tapi diduga ada polutan yang masuk ke dalam badan sungai itu,” ucapnya saat dikonfirmasi.

Walaupun demikian, Edy menolak dugaan pencemaran sungai yang disebabkan oleh perusahaan yang beroperasi di sekitar kawasan Kampung Bermai. Sebab kata dia, polutan itu harus diketahui parameternya lebih dahulu setelah itu bisa ditelusuri sumbernya.

“Belum bisa kita mengatakan dari perusahaan mana. Kita harus berbicara sesuai data dan fakta,” tegasnya.

Lain cerita bila hasilnya sudah keluar dari laboratorium dan sahih ada pihak terlibat dalam pencemaran tersebut, Edy pun memastikan pemerintah pasti menyiapkan sanksi bagi oknum-oknum membandel tersebut. Sanksi yang akan diberikan tentu bertahap sebutnya. Mulai dari pemberian sanksi peringatan. Mendorong pihak perusahaan yang terbukti bersalah untuk melakukan pemulihan lingkungan. Terakhir memberi kompensasi kepada masyarakat terdampak bila menimbulkan kerugian secara materil.

Baca Juga  Membuka Cakrawala Baru: Signifikansi KTT Asia di IndonesiaMembuka Cakrawala Baru: Signifikansi KTT Asia di Indonesia

MAHYUNADI

Walau tak turun ke lokasi pencemaran, Edy mengaku sudah memerintahkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kubar untuk memeriksa kondisi sungai dan informasinya sudah dia ketahui. Itu sebabnya dia membantah bila kondisi (tercemar) Sungai Perak itu sudah berlangsung menahun.

“Kalau bertahun-tahun, sudah banyak yang mati. Kejadian ini baru kami dengar dan belum ada warga yang melapor, termasuk yang sakit akibat sungai yang diduga tercemar ini,” tuturnya.

Diwartakan sebelumnya, warga di Kampung Bermai Kecamatan Damai, Kubar sedang susah hati. Bagaimana tidak Sungai Perak yang menjadi sumber kehidupan mereka diduga tercemar perusahaan tambang dan sawit yang beroperasi sekitar kampung. Sangkaan itu diperkuat dengan ikan-ikan, udang serta bidawang (sejenis labi-labi/kura-kura punggung lunak) yang ditemukan mati mengambang empat hari. Di kawasan itu ada 3000 jiwa berdiam. Petaka itu mulai terjadi empat tahun lalu dan sebagian warga menggunakan air Sungai Perak untuk keperluan sehari-hari, karena tak semua warga menggunakan distribusi air bersih dari PDAM. Total ada tiga perusahaan, dua perusahaan batu bara sisanya perusahaan sawit. (*)

Penulis : Muhammad Upi
Editor: Dirhanuddin

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button