HeadlineHukum & Kriminal

Sidang AGM Berlanjut, JPU Hadirkan Dua Elit Demokrat yang Terima Uang Tunai Rp50 Juta

Loading

Sidang kasus korupsi eks Bupati eks Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gaffur Masud (AGM) Cs kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda. Dengan menghadirkan dua elit Demokrat yang menerima uang tunai masing-masing Rp50 Juta.

Akurasi.id, Samarinda – Kasus rasuah yang menyeret eks Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gaffur Masud (AGM) Cs kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Rabu (20/7/2022).

Sidang beragendakan pemeriksaan saksi itu kembali mendudukan 5 terdakwa sebagai pesakitan, yakni Mulyadi (Plt Sekkab PPU), Edi Hasmoro (Kadis PUPR PPU), Jusman (Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga PPU), Nur Afifah Balgis (Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan) dan AGM.

Pada sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 11 saksi dan 2 diantaranya merupakan elit Partai Demokrat yang mengaku menerima uang tunai Rp50 juta dari terdakwa AGM.

Jasa SMK3 dan ISO

Dua saksi itu adalah Andi Arief, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat dan Jemmy Setiawan. Serta, Deputi II Badan Pembinaan Organisasi Keanggotan dan Kaderisasi (BPOKK) DPP Partai Demokrat.

Dalam persidangan kedua elit partai berlambang Mercy itu mengaku, sempat menerima uang dari terdakwa AGM sebesar Rp50 juta. Yang terbungkus dalam sebuah kantong plastik medio 2021 kemarin.

“Betul (menerima Rp 50 juta), waktu itu diberikan pada Maret 2021, yang dititipkan (AGM) melalui sopirnya dan dibungkus dalam kresek hitam,” tutur Andi Arief yang dihadirkan dalam siaran daring persidangan.

Andi Arif: Uang Rp50 Juta Untuk Bantuan Kader Demokrat Yang Terjangkit Covid-19

Sidang AGM Berlanjut, JPU Hadirkan Dua Elit Demokrat yang Terima Uang Tunai Rp50 Juta
Suasana sidang lanjutan AGM Cs di PN Tipikor Samarinda yang menghadirkan dua elit Partai Demokrat sebab menerima aliran dana senilai Rp50 juta. (Upik/Akurasi.id)

Kendati mengakui penerimaan uang, namun Andi Arief menegaskan, bahwa hal itu terjadi bukan atas permintaannya. Terlebih, kata dia, saat itu terdakwa AGM juga berpesan kalau pemberian uang Rp50 juta itu  sebagai bantuan bagi para kader Demokrat yang banyak terjangkit wabah Covid-19.

Baca Juga  Bank Indonesia Siapkan Uang Tunai Rp2,85 Triliun Jelang HBKN Nataru

“Waktu itu banyak kader Demokrat yang terkena Covid-19. Mungkin ada sekitar 70-an yang terkena (Covid-19), bahkan ada sekitar orang 4 yang meninggal. Pak Gafur memberikan itu (Uang Rp50 juta) untuk membantu, tentu saya tidak tanyakan lebih jauh,” jelas Andi Arief.

Jika uang Rp50 juta itu AGM tujukan sebagai bantuan penanganan Covid-19, lantas menjadi pertanyaan, kenapa uang tersebut tidak langsung di alirkan ke rekening partai.

“Bantuan memang bisa dilakukan secara langsung (ke partai), tapi itu bukan sesuatu hal yang saklek hanya satu pintu yang mulia,” jawabnya.

Selain itu, Andi Arief pun menekankan, kalau uang yang AGM serahkan itu tidak ada sangkut-pautnya dengan kontestasi Musda Demokrat Kaltim. Yang mana, pada saat itu AGM sebagai salah satu calon perebut kursi.

“Tidak ada yang mulia, karena yang bersangkutan (AGM) saat itu mengantongi 8 suara (dukungan dalam kontestasi Musda Kaltim),” timpalnya.

Akui Terima Uang Rp50 Juta Dari AGM, Jemmy: Kata AGM Untuk Bantuan

Sementara itu, saksi lainnya yakni Jemmy Setiawan juga mengutarakan hal yang tak jauh berbeda dengan keterangan Andi Arief dalam persidangan.

Di hadapan Majelis Hakim, Jemmy mengaku, kalau ia sampai menerima uang tunai sebesar Rp50 juta dari terdakwa AGM pada pertengahan 2021 bertempat di kediamannya di Jakarta.

“Waktu itu saya sedang sakit, kemudian di telpon (AGM) untuk bertemu. Saya bilang, adinda (AGM) berapa lama di Jakarta, kalau lama kita bisa jumpa. Kalau sekarang saya tidak bisa,” tutur Jemmy.

Singkat cerita, keesokan harinya Jemmy pun dikejutkan dengan titipan sebuah kantong plastik berisi uang Rp50 juta yang diserahkan pembantunya di rumah.

“Kresek itu diberikan pembantu saya, habis dititipi orang (sopir AGM). Terus saya suruh kejar, dipanggil dulu orangnya ternyata sopirnya. Terus saya tanya, ini uang untuk apa. Dia (sopir AGM) bilang cuman disuruh untuk mengasih ke saya,” bebernya.

Setelah mengetahui AGM memberikan uang Rp50 juta, seketika Jemmy langsung mengambil ponselnya dan segera menghubungi mantan orang nomor satu di Benuo Taka itu.

Baca Juga  Gegara Majelis Hakim Sakit, Sidang Putusan AGM Cs Ditunda Pekan Depan

“Pas telpon dia tanya sudah terima kah (uang Rp50 juta). Saya bilang sudah, tapi buat apa. Dia bilang itu bantuan, dan dia doain saya cepat sembuh. Karena memang saat itu saya lagi sakit,” tandasnya.

Saksi Berikan Pernyataan Berbeda, JPU KPK Buat Catatan Khusus Untuk Analisa Lebih Lanjut

Mendengar pernyataan saksi kedua elit Partai Demokrat itu, Putra Iskandar JPU KPK lantas membuat cacatan khusus.

Kepada wartawan, JPU KPK yang dijumpai usai persidangan mengatakan, bahwa pihaknya memberikan catatan khusus sebab ada dua keterangan yang berbeda, khususnya pada kesaksian Andi Arief.

“Tadi ada sedikit keterangan yang berbeda, karena pada saksi sebelumnya (Riski Ananda Putra, sopir pribadi AGM dk Jakarta) sebagai pemberi (uang) kepada Andi Arief menerangkan bahwa dia memberikan uang itu sebesar Rp150 juta,” jelas Putra Iskandar di hadapan awak media.

Kendati Rizky Ananda Putra mengaku menyerahkan uang senilai Rp150 juta, namun hal itu berbeda dari apa yang Andi Arief ucapkan pada persidangan hari ini.

“Ya itu, dari keterangannya pak Andi Arif mengakui hanya menerima Rp50 juta, dan itu untuk bantuan Covid. Tapi dari pihak pemberinya, supirnya pak AGM di Jakarta menerangkan bahwa uang itu Rp150 juta,” tambahnya.

Meski terdapat kejanggalan antara keterangan dua saksi tersebut, namun tim JPU KPK tak memilih pusing dan akan menampung setiap keterangan dalam persidangan untuk analisa lebih lanjut.

“Keterangan berbeda entar akan kami analisa lebih lanjut. Keterangan siapa ini yang betul, untuk dilanjutkan dalam tuntunan nanti,” tegasnya.

Selain menegaskan jumlah nominal uang yang diterima. Dalam persidangan Andi Arief juga menerangkan, kalau dana Rp50 juta yang ia terima murni sumbangan dari AGM. Untuk bantuan penanganan korban Covid-19 di internal Demokrat.

“Memang ia mengakui menerima Rp50 juta itu. Tapi terkait dengan bantuan Covid dan segala macam, bukan sebgai pemberian pencalonan pak AGM jadi ketua DPD Demokrat Kaltim. Sekarang sidang masih berlangsung ya, nanti kita lihat ke depan bagaimana fakta-fakta selanjutnya,” tandasnya.

Baca Juga  Pemerintah Ijinkan Halal Bihalal Lebaran Tapi Tak Boleh Makan Minum

Sidang Kasus Korupsi AGM Cs Bergulir di Pengadilan Negeri Samarinda

Sebagai informasi, kasus korupsi eks Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gaffur Masud Cs. Mulai menjalani persidangan pertama kalinya di gedung Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Samarinda pada Rabu 8 Juni 2022 kemarin.

Pada sidang perdana itu, PN Samarinda menunjuk Jemmy Tanjung Utama sebagai Ketua Majelis Hakim yang didampingi Hariyanto dan Fauzi Ibrahim sebagai Hakim Anggota.

Kasus korupsi AGM pun tercatat dalam nomor perkara 33/Pid.Sud-TPK/2022/PN.Smr. Bersama seorang terdakwa lainnya, yakni Nur Afifah Balqis dengan jaksa penuntut umum Moh. Helmi Syarif.

Sedangkan terdakwa Muliadi, Edi Hasmoro dan Jusman tercatat dalam nomor perkara 34/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Smr.

Dalam dakwaannya, AGM Cs telah bersekongkol melakukan tindak pidana korupsi. Terkait kegiatan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten PPU, Kalimantan Timur.

“Bermula dari awal tahun 2020 sampai dengan bulan Januari 2022 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain di tahun 2020 sampai dengan tahun 2022. Bertempat di Kota Penajam Kabupaten PPU, Kota Balikpapan dan di Hotel Aston Samarinda. Telah menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp5.700.000.000,” bebernya.

Dengan dugaan, terdakwa AGM menerima hadiah tersebut sebab telah menyetujui pengaturan paket-paket pekerjaan tahun anggaran 2020 dan 2021. Pada lingkup Pemerintah Kabupaten PPU yaitu pada Dinas PUPR, yang telah Edi Hasmoro kondisikan. Agar perusahaan milik Ahmad Zuhdi alias Yudi memenangkan paket pekerjaan tersebut, pada Disdikpora yang telah dikondisikan oleh Jusman agar dimenangkan oleh Ahmad.

Walhasil, perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001. Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (*)

Penulis: Zulkifli
Editor: Devi Nila Sari

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button