Tambang Ilegal di Tahura Digrebek, Ringkus 7 Tersangka dan 3 Eksavator

Tambang ilegal di Tahura Bukit Suharto, Kukar, digrebek. Petugas pun mengamankan 7 orang tersangka dan 3 eksavator.
Akurasi.id, Samarinda – Kegiatan penambangan ilegal masih merajalela di Tanah Benua Etam, sebutan lain Kaltim. Baru-baru ini, Tim Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru saja menggrebek dan menindak kegiatan penambangan batu bara ilegal di sekitar ibu kota negara (IKN).
Tepatnya berada di lokasi Greenbelt Waduk Samboja, Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Suharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, Jumat (4/2/2022) lalu. Dari penggrebekan tersebut, tim mengamankan 7 pelaku. Di antaranya berinisial BH (40 th), NS (40 th), AM (29 th), SP (43 th), NF (25 th), HY (46 th), dan HE (28 th).
Selain pelaku, tim turut mengamankan barang bukti berupa 3 unit eksavator merk Komatsu PC 200 warna kuning dengan kode EX2521, EXCA-067, dan EXCA-068. Serta satu unit Buldozzer merk Komatsu D85SS warna kuning.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Sustyo Iriyono mengungkapkan, operasi tangkap tangan (OTT) ini berawal dari laporan masyarakat kepada Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan. Lantaran adanya aktivitas tambang ilegal di wilayah IKN Tahura Bukit Soeharto.
Selanjutnya, Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan mengamankan para pelaku beserta barang bukti untuk pemeriksaan lebih lanjut di Kantor Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Kalimantan, Seksi Wilayah II Samarinda.
Penyidik Menetapkan 4 Orang Tersangka dan Ditahan di Tenggarong

Dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku dan saksi-saksi, dengan 2 alat bukti yang cukup, Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan telah menetapkan 4 dari 7 orang yang pihaknya amankan sebagai tersangka. Di antaranya BH (40 th), NS (40 th), AM (29 th) dan SP (43 th).
Mereka melanggar Pasal 89 ayat (1) huruf b dan/atau a Jo Pasal 17 ayat (1) huruf a dan/atau b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013. Yakni tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Jo Pasal 37 angka 5 UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
“Saat ini keempat tersangka ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan Polres Tenggarong dan terancam hukuman penjara maksimum 15 tahun dan denda Rp 10 miliar,” ungkapnya dalam kegiatan pers rilis di Kantor Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, Jumat (11/2/2022).
Lebih lanjut Sustyo Iriyono menerangkan, bahwa saat ini penyidik masih mengembangkan kasus ini. Untuk mengungkap keterlibatan pihak-pihak lain dalam aktivitas penambangan batubara ilegal di kawasan Tahura Bukit Suharto.
“Kami harapkan pelaku apalagi pemodal dapat hukuman seberat-beratnya, agar ada efek jera,” tegas Sustyo.
“Kami mengapresiasi dukungan pihak kepolisian, kejaksaan dan masyarakat, dalam penindakan kasus tambang ilegal seperti ini,” sambungnya.
Kasus dalam Penyelidikan, KLHK Tegaskan Penerapan Hukum Berlapis Sebagai Efek Jera
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, kegiatan operasi ini merupakan bentuk komitmen KLHK. Dalam mengamankan Lingkungan hidup dan Kawasan Hutan di sekitar zona IKN.
Rasio menyebut kegiatan penambangan ilegal telah mengakibatkan kerusakan hutan dan lingkungan serta menyebabkan kerugian negara. Dia menegaskan, pelaku kejahatan yang mencari keuntungan dengan merusak lingkungan hidup dan kawasan hutan, mengancam kehidupan masyarakat, dan merugikan negara harus mendapat hukuman seberat-beratnya.
“Sebagai komitmen kami dalam meningkatkan pengawasan dan pengamanaan di Tahura, kami akan menerapkan hukum pidana berlapis untuk memberi efek jera,” tegasnya.
Dia mengatakan, kegiatan pertambangan ilegal dan perambahan kawasan hutan, termasuk pembalakan liar harus mendapat tindakan bersama. Untuk itu, pihaknya terus berkoordinasi dan bersinergi dengan pihak Kepolisian, TNI, Kejaksaan dan beserta Pemerintah Daerah. Untuk pengamanan kawasan lingkungan hidup dan hutan di Zona IKN untuk mendukung IKN sebagai Forest City.
Sebagai informasi, selama beberapa tahun ini dalam Penegakan Hukum LHK telah melakukan 1.778 operasi pengamanan hutan, pembalakan liar dan TSL serta membawa 1.193 kasus ke pengadilan (P-21).
Rasio pun menjelaskan mengenai peran para tersangka, penjualan batu bara, beserta total kerugian negara atas aktivitas ilegal tersebut. Dia menjelaskan, saat ini penyelidikan tengah berlangsung.
“Saya sudah memerintahkan penyidik untuk mengembangkan penyidikan kasus ini. Tidak hanya pelaku, tapi juga pemodal termasuk penerima atau pembeli dari hasil tambang illegal ini,” kata dia.
Adapun pemodal dari kegiatan tambang illegal, sebagaimana Pasal 94 ayat (1) huruf a huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013. Yakni tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, akan di pidana maksimum 15 tahun. Serta pidana denda maksimum Rp100 miliar. Dan pembeli atau penerima sebagaimana Pasal 98 ayat (1) mendapat ancaman hukuman maksimum 3 tahun penjara. Serta pidana denda maksimum Rp.1,5 miliar. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Suci Surya Dewi