Kasus Ayah Setubuhi Anak Kandung, Aliansi Ormas Daerah Kaltim Ajukan Hukum Adat


Akurasi.id, Samarinda – Masyarakat Samarinda dihebohkan dengan surat yang ditujukan untuk Polresta Samarinda. Di mana pembahasan surat itu meminta pelaku pemerkosa anak kandung diselesaikan dengan hukum adat.
baca juga: Terlalu! Ayah Tega Gauli Anak Kandung Sebanyak 3 Kali
Seperti berita sebelumnya, pelaku berinisial R (44) menggauli putri kandungnya sendiri, sebut saja Mawar (18). Rupanya, usut punya usut R merupakan pimpinan salah satu organisasi masyarakat (ormas) kedaerahan.
Surat pengajuan penyelesaian hukum secara adat ini mengatasnamakan Aliansi Ormas Daerah Kalimantan Timur yang ditujukan Kapolresta Samarinda diteruskan ke waka polresta serta kasat reskrim.
Ada sekitar 20 nama pimpinan ormas disebut dalam surat. Namun yang sudah bertanda tangan baru 8 orang. Nama Wali Kota Samarinda Syaharie Ja’ang yang namanya tercantum tampak belum menandatangani surat tersebut.
“Kami pimpinan ormas daerah atau adat memohon kepada Bapak Kapolresta Samarinda untuk bisa memfasilitasi mempertemukan ayah dan anak. Tujuan supaya permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan adat,” begitu tulisan yang dikutip dari isi surat bernomor 002/AORDA-KALTIM/VII/2020, tertanggal 27 Juli 2020 itu.
Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Yuliansyah mengatakan surat pengajuan itu belum sampai di meja para petinggi kepolisian di Mako Polresta Samarinda.
Kendati demikian, dia membenarkan telah menerima foto surat pengajuan hukum adat tersebut. Pasalnya sempat beredar di dunia maya.
“Untuk surat yang beredar itu, saya belum terima. Memang tahu, tapi surat itu belum ada masuk ke polres. Jadi saya enggak bisa kasih komentar lebih, karena suratnya belum kita lihat,” ungkapnya ketika dikonfirmasi, Selasa (28/7/20).
Mantan Kapolsek Kota Samarinda itu mengaku belum mengetahui secara pasti, apakah surat pengajuan penyelesaian hukum secara adat tersebut dapat dikabulkan. Yuliansyah menyebut bahwa harus ada koordinasi lebih lanjut dengan pimpinan beserta instansi terkait.
“Jadi tetap berkoordinasi dulu dengan pimpinan dan instansi terkait. Apakah hal tersebut bisa diterapkan atau tidak,” terangnya.
“Kalau permohonan penangguhan itu ada, memang ada dari KUHAP. Itu sudah diatur ketika dari keluarga akan mengajukan permohonan penangguhan. Tapi kalau penyelesaian secara hukum adat mungkin itu hanya internal keluarga,” sambungnya.
Sementara itu Yuliansyah belum bisa berkomentar banyak terkait tersangka meski dapat sanksi adat. Namun polisi tetap memproses kasus tersebut.
“Saya belum bisa pastikan seperti itu ya. Saya juga harus terima surat dulu, kemudian saya akan berkoordinasi dengan pimpinan,” imbuhnya.
Sejauh ini para pimpinan ormas tersebut belum ada yang berkomunikasi langsung dengan Yuliansyah maupun pimpinan Polresta Samarinda.
“Sampai sekarang belum ada menghubungi. Kita tunggu aja lah. Sekarang yang berkomunikasi dengan saya hanya sebatas dari pengacara tersangka. Itu wajar dan biasa,” katanya.
Kendati demikian, Kompol Yuliansyah menegaskan bahwa sampai saat ini proses hukum tersangka pemerkosaan itu tetap berjalan di kepolisian. Polisi juga sudah menahan tersangka dan penyelidikan tetap berlangsung dengan barang bukti yang ada.
“Sampai sekarang, perkara tetap berjalan. Detik ini perkara pun masih tetap berjalan,” tegasnya.
Terkait tersangka yang tidak mengakui perbuatanya meski adanya laporan korban dan disertai barang bukti, Yuliansyah menyebut bahwa itu menjadi hak tersangka. Namun dalam hal ini penyidik tetap memiliki alat bukti cukup untuk dapat memproses tersangka. (*)
Penulis: Muhammad Budi Kurniawan
Editor: Suci Surya Dewi