
Akurasi.id – Polemik antara musisi sekaligus anggota DPR RI Ahmad Dhani dan eks vokalis Pasto, Rayen Pono, memasuki babak baru. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI resmi menjatuhkan sanksi kepada Ahmad Dhani berupa teguran lisan dan kewajiban menyampaikan permintaan maaf terkait pernyataannya yang memplesetkan marga “Pono” menjadi “Porno”.
Ketua MKD DPR Nazaruddin Dek Gam menyatakan Ahmad Dhani melanggar kode etik sebagai anggota legislatif dalam sidang yang digelar Rabu (7/5) di Kompleks Parlemen, Senayan. “Menghukum teradu dengan teguran lisan disertai kewajiban teradu meminta maaf kepada pengadu paling lama tujuh hari sejak keputusan ini,” ujarnya saat membacakan amar putusan.
Meski Ahmad Dhani telah menyampaikan permintaan maaf di hadapan media, hal tersebut tidak membuat Rayen Pono merasa puas. Rayen secara tegas menyebut permintaan maaf itu terkesan dipaksakan dan mencerminkan arogansi.
“Ahmad Dhani seperti diajarkan untuk minta maaf dalam sidang ini. Itu menunjukkan kapasitas dia. Bahwa orangnya sangat arogan,” ungkap Rayen Pono, Rabu (7/5).
Rayen juga menilai sanksi yang dijatuhkan MKD terlalu ringan, mengingat status Ahmad Dhani sebagai publik figur dan anggota DPR. “Dia punya daya pengaruh besar untuk generasi. Ini bukan hanya soal pribadi saya, tapi penghinaan terhadap marga dan identitas,” imbuhnya.
Selain melalui jalur etik di DPR, Rayen Pono juga melanjutkan proses hukum. Pada 23 April 2025, ia resmi melaporkan Ahmad Dhani ke Bareskrim Polri. Laporan tersebut terdaftar dalam nomor LP/B/188/IV/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI. Kuasa hukum Rayen, Jajang, menyebut laporan itu disertai bukti video pernyataan Dhani, tangkapan layar percakapan, hingga pernyataan dari komunitas marga Pono yang mengecam keras tindakan tersebut.
Pernyataan kontroversial Dhani tidak berhenti sampai di situ. Dalam rapat kerja Komisi X DPR dengan PSSI pada 5 Maret 2025, ia mengusulkan naturalisasi pemain asing lewat pernikahan dengan wanita Indonesia. Dhani bahkan menyebut lebih baik memilih pemain dari Korea atau Afrika karena kesamaan warna kulit dengan masyarakat Indonesia, yang kemudian memicu kritik karena dianggap rasis dan seksis.
Staf LBH APIK Jakarta, Christine Constanta, dan anggota Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor turut menanggapi. Mereka menilai pernyataan Dhani merendahkan perempuan dan tidak sejalan dengan nilai 4 Pilar Kebangsaan. Koalisi Perempuan Indonesia bahkan membuat petisi untuk mendorong tindakan lanjut atas sikap Ahmad Dhani.
Menanggapi semua tuduhan, Dhani berdalih ucapannya merupakan slip of the tongue dan menegaskan tidak bermaksud menghina marga Pono. Ia juga menyatakan bahwa usulan naturalisasi tersebut tidak melanggar norma agama maupun Pancasila.
Namun, seiring sorotan publik yang makin tajam, Dhani mengakui pentingnya memahami nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan parlemen. “Sekarang saya harus mengikuti value yang ada di dalam parlemen,” ujarnya.
Kontroversi ini menunjukkan bagaimana seorang pejabat publik harus berhati-hati dalam bertutur, serta menegaskan bahwa publik berhak menuntut tanggung jawab etis dan hukum dari wakil rakyat.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy