Warning!!! Kebakaran Lahan Mulai Hantui Kutim, Sangatta Masuk Daerah Paling Rawan Terbakar


Akurasi.id, Sangatta – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mengintai hampir semua daerah di Kaltim, tidak terkecuali di Kutai Timur (Kutim). Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah titik api dilaporkan muncul di daerah Bumi Untung Banua –sebutan Kutim. Akibatnya, kepekatan asap di daerah tersebut kian mengkhawatirkan.
Apalagi asap yang menyelimuti sejumlah daerah di Kutim dalam beberapa hari terakhir tidak hanya berasal di daerah itu saja, tetapi juga berasal dari asap kiriman daerah lainnya seperti di Berau. Ada juga yang merupakan dari asap kiriman dari Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Barat (Kalbar), dan Kalimantan Selatan (Kalsel).
Kutim sendiri memang memiliki riwayat yang kurang baik dengan persoalan kebakaran lahan. Pada medio 2015 lalu, Kutim termasuk ke dalam kabupaten di Kaltim dengan tingkat titik api terbanyak. Asap bahkan hampir menutupi sebagian besar wilayah Sangatta dan sekitarnya kala itu.
Daerah yang memiliki luas setara Provinsi Jawa Barat (Jabar) itu, memiliki rekam jejak sebagai kawasan yang mudah terbakar. Apalagi kebanyakan lahan di daerah itu tergolong lahan gambut. Pada saat musim kemarau seperti saat ini, potensi kebakaran lahan cukup terbuka.
Sangatta Masuk Daerah Paling Rawan

Sebagai ibu kota Kabupaten Kutim, ternyata tidak lantas membuat Sangatta lantas terlepas dari potensi kebakaran lahan. Berdasarkan pemetaan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kutim, tercatat ada empat titik paling rawan terbakar di Sangatta, yakni daerah Kenyamukan, Jalan Poros Kilometer 1, Jalan Haji Masdar, dan kawasan Guru Besar.
“Kami berupaya mengingatkan bahaya karhutla, termasuk mengingatkan agar masyarakat tidak sembarangan membakar sampah, apalagi di dekat lahan terbuka. Tapi pelaku pembakaran sepertinya tak peduli,” ujar seorang petugas DPKP Kutim, Donny Malewa, Rabu (8/9/19).
Kemarau panjang seperti saat ini acap dimanfaatkan sebagian oknum masyarakat untuk membuka lahan. Padahal perbuatan jalan pintas mereka teramat membahayakan banyak orang. Tidak hanya dari sisi bahaya kebakaran, tetapi juga kesehatan masyarakat sebagai akibat asap.
“Sejauh ini, titik api terparah di Sangatta ada di daerah Kilometer 1. Di situ, kebanyakan adalah lahan gambut. Otomatis api pasti sangat susah dipadamkan,” tuturnya.
Petugas Pemadam Minim Peralatan
Minimnya peralatan yang dimiliki para petugas DPKP Kutim juga disebut-sebut menjadi batu sandungan tersendiri dalam melakukan upaya pengendalian terhadap kebakaran lahan. Donny Malewa menyebutkan, pada saat pemadaman, timnya acap kali kekurangan alat pelindung diri (APD) dan safety equipment.
Padahal kedua alat itu menjadi syarat mutlak bagi seorang petugas pemadan dalam menjinakan si jago merah. Kedua alat itu diperlukan untuk menekan bahaya dan risiko yang ditimbulkan pada saat petugas pemadam kebakaran bekerja di lapangan.
Selain itu, petugas DPKP Kutim juga banyak kekurangan peralatan keselamatan seperti baju anti panas, sepatu safety, dan masker. “Sudah lama kami mengajukan APD, tapi sampai saat ini belum ada respons, helm yang ada sekarang ini sangat kurang di setiap pos, satu pos hanya diberikan empat helm saja,” keluhnya.
“Kewajiban bagi petugas pemadam menggunakan bermacam APD seperti pelindung wajah, hood, pakaian pelindung, sarung tangan, helm safety, dan alat keselamatan lainnya. Namun keadaan tidak mendukung sehingga kami gunakan yang ada saja yang penting warga tertolong,” sambung dia.
Masalah Klasik Personel yang Minim

Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) atau personel juga masih menjadi masalah klasik dalam penanggulangan bencana kebakaran. Misalnya saja, di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kutim, dari kebutuhan 150 personel, saat ini baru terpenuhi sebanyak 76 orang.
“Untuk menangani karhutla tidak mudah. Terlebih kami banyak perempuan dan tidak bisa dimaksimalkan,” kata Kepala BPBD Kutim Syafruddin kepada Akurasi.id.
Selain SDM, jumlah unit pemadam juga nyaris sama persoalannya. Contohnya, BPBD Kutim sangat minim tangki air. Namun saat ini, peralatan itu sedang dibeli. “Semoga bisa cepat datang September ini. Karena ancaman karhutla bisa sampai Desember,” ujarnya.
Syafruddin mengimbau agar semua elemen terlibat aktif dalam upaya penanggulangan bencana kebakaran. Sesuai amanat Undang-Undang (UU) nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penangganan bencana merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.
“Pada pasal 5, pemerintah bertanggungjawab atas bencana. Kemudian pada pasal 26, masyarakat diwajibkan ikut berpartisipasi. Sementara pada pasal 28, dunia usaha dan internasional juga mengambil andil (dalam penanggulangan bencana),” jabarnya.
Dinas Pertanian (Distan) Kutin juga diharapkan menjadi ujung tombak menyosialisasikan pada petani agar dapat menjaga lahannya. Sebab setiap hari petani berkebun, sehingga mereka bisa siap siaga. Apalagi mayoritas kebakaran terjadi rata-rata sekira pukul 16.00 Wita.
“Sekecil apapun titik api sangat perlu diwaspadai. Kami sering kesulitan tidak ada air, padahal titik api besar. Inginnya semua elemen bisa bahu-membahu,” pintanya.
Penulis: Ella Ramlah
Editor: Yusuf Arafah