Catatan

Pabrik Semen Kutai Timur Berjalan, Apa yang Warga Dapat?

Loading

Pabrik Semen Kutai Timur Berjalan, Apa yang Warga Dapat?
Raisa Adzkiyyah selaku penulis dalam catatan yang disajikan pada tulisan ini. (Dok Pribadi Raisa Adzkiyyah)

Ditulis Oleh: Raisa Adzkiyya

Senin, 21 Februari 2021

AKHIR-akhir ini ramai diperbincangkan tentang pabrik semen di daerah Selangkau, Kaliorang. Bentangan karst 1,8 juta dari timur di semenanjung Mangkalihat hingga ke Sangkulirang, Kutai Timur di barat. Kawasan ekosistem karst menyebar di tujuh kecamatan Kutai Timur seluas 1,1 juta hektare (ha). Tim ahli dari Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM merekomendasikan hanya 1.435 ha di kawasan ekosistem karst Sangkulirang Mangkalihat yang boleh dimanfaatkan untuk industri semen.

Menanggapi hal tersebut, maka pemerintah daerah membuka investasi dengan harapan mampu menyerap tenaga kerja lokal. Salah satunya PT Kobexindo Cement (PT KC) yang menggandeng perusahaan asal Cina yaitu Hongshi Holding. Dalam rencana investasi yang dipresentasikan di depan gubernur, PT Kobexindo dan Hongshi Group disebut menyiapkan modal  Rp14 triliun. Perusahaan mengklaim bisa menyerap 1.000 tenaga kerja dengan produksi semen 8 juta ton per tahun. PT Kobexindo Cement sudah mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB) 9120103741725 tanggal 12 Juli 2019 dan Izin Lingkungan pada tanggal 24 April 2020.  Izin PT KC yang masih berproses hingga saat ini seperti izin lokasi, izin UPL, IMB, master plan. Hongshi Holding sendiri belum mengantongi izin.

Jasa SMK3 dan ISO

Akan tetapi ini hanyalah janji manis yang akan diberikan kepada masyarakat. Buktinya PT KC telah memperkerjakan 24 orang TKA (tenaga kerja asing) asal Cina. Di UU Ketenagakerjaan sebelumnya sudah mengatur bahwa perekrutan TKA hanya untuk posisi yang membutuhkan keahlian khusus. Namun, seiring bertambahnya investasi asing yang masuk ke Indonesia, termasuk posisi buruh/pekerja kasar pun sudah diambil alih oleh TKA. Apalagi dalam proyek infrastruktur, Cina memakai sistem turn-key project yaitu pembayaran oleh developer atau pemilik proyek terhadap kontraktor pelaksana pada saat pekerjaan telah selesai seluruhnya, atau pada saat proyek serah terima dari pelaksana ke pemilik sehingga bahan baku (alat berat) sampai tenaga kerja pun dari sana.

Sejak 2014-2018, jumlah TKA di Indonesia melonjak 38,6% ketika aliran investasi ke Indonesia hanya mencatatkan pertumbuhan sebesar 17%. Jumlah TKA yang bekerja di Indonesia paling banyak disumbang oleh Cina. Merekrut penduduk lokal pun untuk memenuhi permintaan menjadi opsi kedua, seperti mengisi sisa kuota tenaga kerja. Atau boleh jadi perekrutan kuota tenaga kerja lokal, untuk memenuhi komitmen awal kerja sama investasi. Tetapi jika di lihat jumlahnya, maka bisa dipastikan sangat kecil persentasenya dengan kebutuhan tenaga kerja secara keseluruhan.

Adanya  perbedaan masalah gaji antara pekerja lokal dan pekeja asing. TKA yang bekerja di Indonesia mendapatkan bayaran jauh lebih tinggi dari pekerja lokal yang bekerja di posisi yang sama. “Orang Indonesia hanya menerima sepertiga, paling besar hanya sepertiga dari gaji TKA,” kata Komisioner Ombudsman Laode Ida dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (26/4/2018).

Baca Juga  Peristiwa Berdarah di Bengalon, dari Tumpahnya Darah Anak dan Istri hingga Depresi Dilatari Ilmu Hitam

Menurut Walhi, kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat, berhasil menyerap karbon organik sebesar 6,21 juta ton CO2 per tahun dan serapan karbon inorganik sebesar 0,18 juta ton CO2 per tahun. Dengan adanya industri semen, maka lingkungan akan rusak karena menjadi penyumbang emisi karbon terbesar yaitu mencapai 48% berdasarkan Laporan Investigasi Gas Rumah Kaca Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2014. Industri semen pun berpotensi sebagai penyumbang pencemaran udara terbesar, karena memproduksi Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen oksida (Nox), Karbon monoksida (CO), dan Karbon dioksida (CO2). Pabrik semen menghasilkan polusi debu, dan penyakit sesak nafas (ISPA).

Jika karst dieksploitasai secara berlebihan, maka permukaan karst pun akan rusak dan habis terkikis. Akibatnya, cadangan air tanah akan berkurang, sehingga pada musim kemarau akan kekeringan. Sebaliknya pada musim hujan akan terjadi banjir. Sebab, batuan yang membentuk karst itu memiliki banyak celah dan rongga, sehingga air bisa meresap dengan baik, sampai ke lorong sungai bawah tanah.

Dampak Pembangunan Pabrik Semen bagi Masyarakat

Dari fakta-fakta di atas, jelaslah bahwa pembangunan pabrik semen secara tidak benar akan berdampak buruk bagi kesehatan dan kesejahteraan rakyat serta merusak lingkungan. Eksploitasi di kawasan Karst ini sudah pernah ditolak oleh berbagai elemen masyarakat sejak tahun 2016. Penolakan itu juga dilakukan kembali oleh aktivis dan mahasiswa pada tahun 2018-2019. Menanggapi penolakan tersebut, pemerintah tetap tak bergeming. Bahkan tentang pembangunan pabrik semen oleh PT KC, pemerintah beralasan bahwa pembangunan pabrik semen tersebut di luar kawasan karst yang dilindungi, sebagaimana yang disampaikan oleh Gubernur Kaltim, Isran Nur. (Dikutip dari salah satu media online di Kaltim, 2019/03/25).

Dari sini dipertanyakan arah political will pemerintah dalam eksploitasi SDAE (sumber daya alam dan energi). Hal ini pun didukung oleh UU Cipta Kerja (Ciptaker) atau Omnibus Law yang cenderung bisa memuluskan  proses-proses yang dibutuhkan dengan cara membelokkan atau merevisi aturan.

Disisi lain, menurut hitung-hitungan para ahli, 100 tahun ke depan dengan pertumbuhan penduduk 3%, perkapita negara-negara Asean butuh sekitar 290-an kilogram, maka sebenarnya luasan fisik yang dibutuhkan 2.400 ha. Dan mengingat pula pada tahun 2016 di Cina menutup beberapa pabrik semennya sehingga ada kekosongan suplai di internasional. Maka peluang pasar inilah yang diambil oleh investor dari Cina. Bahkan, ada 15-16 investor yang antri memohon perizinan eksploitasi SDA dengan ribuan hektar lahan, satu company ada yang sampai 40.000 ha.

Inilah yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Sistem ini menjadikan sumber daya alam berupa kawasan karst yang melimpah dan strategis sebagai kepemilikan yang dapat dikuasai/dieksploitasi oleh swasta dan asing melalui investasi (penjajahan). Kerusakan tidak diperdulikan, rakyat pun dikorbankan, hanya difokuskan untuk mengejar keuntungan semata para kapitalis (pengusaha). Negara sudah kehilangan kemandirian dan kedaulatan dalam pengelolaan sumber daya alam dan energi yang hasilnya sangat besar manfaatnya untuk kepentingan rakyat.

Baca Juga  Mudik, Sembako, dan Infrastruktur Kaltim

Pengelolaan SDAE yang Menyejahterakan Rakyat

Untuk pengelolaan alam yang benar dan mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara, sejatinya telah ada dalam bingkai syariah Islam. Pengelolaan tersebut pernah diaplikasikan dalam wujud sistem Islam, sebab Islam adalah ideologi. Dalam segala aspek kehidupan, Islam hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dan energi.

Menurut aturan Islam, SDAE yang jumlahnya sangat besar termasuk karst (semen) adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Negara dalam aturan syariah Islam akan mengelola hasil kekayaan alam dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan. Pelayanan tersebut diberikan seecara gratis baik dalam bidang kesehatan, pendidikan dan sebagainya.

Selain itu, apabila SDAE diurus secara benar (secara Islam) maka tidak saja bangsa ini berdaulat, tetapi juga memiliki kekuatan finansial raksasa bagi penyelenggaraan kemaslahatan mereka. Dan ini hanya bisa dilaksanakan oleh negara yang menerapkan syariah Islam. Keterikatan terhadap syariah ini sebagai konsekuensi iman kepada Allah dan Rasul-Nya, setiap muslim, termasuk para penguasanya, wajib terikat dengan seluruh aturan syariah Islam.

Karena itu semua perkara dan persoalan kehidupan, termasuk masalah pengelolaan sumber daya alam, harus dikembalikan pada Al-Qur’an dan sunah. Sesungguhnya, apa saja yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya, termasuk ketentuan dalam pengelolaan SDAE sebagaimana dipaparkan di atas, wajib dilaksanakan. Tak boleh dibantah apalagi diingkari sedikit pun. Allah berfirman:

“Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepada kalian, terimalah (dan amalkan). Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah sangat pedih azab-Nya“ (TQS al-Hasyr [59]:7) (*)

Editor: Dirhanuddin

Sekilas Penulis: Raisa Adzkiyya, S.Pi merupakan perempuan kelahiran 14 Mei 1983 silam. Perempuan yang telah menikah dan memiliki 2 anak ini, sehari-harinya bekerja sebagai staf pengajar di salah satu Madrasah Sanawiah (MTS) di Sangatta, Kutai Timur.

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button