Catatan

Pancasila Memperkokoh Peradaban Bangsa

Loading

Pancasila Memperkokoh Peradaban Bangsa
Nikolaus Anggal (Istimewa)

Ditulis Oleh: Nikolaus Anggal, M.Pd

3 Juni 2019

Pancasila sebagai landasan dasar kebangsaan menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mengokohkan persaudaraan kebangsaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Bangsa Indonesia sudah memiliki emas yang mendambakan generasi emas penerus bangsa yang cerdas dan mampu memanfaatkan perbedaan sebagai modal membangun kekuatan.

Kehidupan berbangsa yang disertai perberbedaan pada hakikatnya untuk saling mengisi, melengkapi, dan menata persaudaraan. Kehidupan bersama yang berkualitas akan meleburkan perbedaan secara bijaksana, penuh pengertian, saling menghargai perbedaan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Perbedaan merupakan kekayaan bangsa yang harus dirawat. Caranya dengan menyikapi setiap perbedaan secara arif dan bijaksana.

Jasa SMK3 dan ISO

Perbedaan dapat melahirkan inovasi dan kreativitas. Tujuannya demi memperkokoh persaudaraan kebangsaan dan tegaknya NKRI. Hal ini sesuai nilai-nilai luhur Pancasila yang merupakan dasar sekaligus pandangan hidup berbangsa dan bernegara.

“Penghuni rumah” yang dapat menyikapi perbedaan dengan arif dan bijaksana merupakan ciri khas budaya dan kepribadian bangsa Indonesia. Saling menghormati dan toleransi merupakan salah satu ciri masyarakat Indonesia. Kehidupan bangsa Indonesia dilandasi dan dijiwai nilai-nilai moral Pancasila. Yakni persatuan dan kesatuan bangsa serta hidup berdampingan dan saling menghormati.

Memperkokoh bangunan persaudaraan dalam rangka persatuan dan kesatuan bangsa merupakan tugas dan tanggung jawab moral bahkan panggilan jiwa semua penghuni bangsa. Anak bangsa yang memiliki peradaban kebangsaan akan selalu berusaha dan berjuang, pantang menyerah, bersatu padu, dan bahu membahu agar dapat hidup sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat.

Tegaknya kedaulatan bangsa dan negara ini bergantung “penghuni rumah” yang mampu menghayati nilai-nilai luhur bangsa. Perekatnya, Pancasila, UUD 45, Sang Saka Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa Indonesia, dan Sumpah Pemuda.

Baca Juga  Masa Depan Politik Kita

Substansi persatuan dan kesatuan bangsa adalah menghayati pilar peradaban bangsa. Patriotisme anak bangsa merupakan sikap sudi mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan Tanah Air. Anak bangsa yang memiliki jiwa patriotisme selalu cinta negara, rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, menempatkan persatuan, kesatuan, serta keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan, berjiwa pembaharu, dan tidak kenal menyerah.

Tentu saja semua itu membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang tulus dari para pahlawan dan tokoh bangsa untuk membumikan nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin tergerus arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka mampu mewujudkan nilai-nilai kebaikan karena memiliki kualitas hidup atau mutu hidup dalam memahami, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai Pancasila.

Penghuni rumah bangsa membutuhkan perjuangan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Syaratnya, anak bangsa harus memiliki kecerdasan tertentu demi mewujudkan nilai luhur Pancasila dalam realitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Kompetensi-kompetensi yang dimiliki anak bangsa sebagai landasan untuk berpikir, berkata dan bertindak, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.

Nilai-nilai luhur Pancasila menjadi panduan dan menjiwai keyakinan serta pegangan hidup warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut antara lain hormat menghormati dan bekerja sama, mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antarsesama manusia, saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa salira, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Selain itu, anak bangsa dituntut berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara serta mencintai Tanah Air dan memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.

Baca Juga  Belajar dari Kasus Audrey

Pandangan hidup bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan bangsa kita sendiri dan menjadi kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia sekaligus menjadi jati diri masyarakat. Pancasila sebagai pandangan hidup berarti nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dijadikan dasar dan pedoman untuk mengatur sikap dan tingkah laku anak bangsa. Pancasila merupakan sumber nilai yang melandasi kehidupan bermasyarakat yang pluralis. Sehingga nilai luhurnya menjadi budaya bangsa. Hal ini merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui proses refleksi filosofis para pendiri bangsa.

Wujudnya, meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang bertakwa terhadap Tuhan, berbudi pekerti, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani.

Karenanya, kewajiban moral bagi warga bangsa adalah merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya yang memperkokoh semangat solidaritas sosial antarsesama bahkan membentuk kehidupan sosial yang diwujudkan dalam tataran cinta kehidupan sesama sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Inilah landasan dasar membangun sikap empati sesama anak bangsa dan peka terhadap persoalan kemanusiaan tanpa memandang apa pun latar belakang. Dengan sikap demikian akan terbangun empati dan solidaritas sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga Indonesia dapat melahirkan masyarakat yang berbudaya dan menghayati peradaban.

Sebagai penghuni rumah bangsa yang memiliki rasa kebangsaan, hari lahir Pancasila pada 1 Juni 2019 seyogyanya dijadikan hari kebangkitan anak bangsa dan refleksi untuk menghayati nilai-nilai luhur dalam kehidupan bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, seluruh penghuni bangunan persaudaraan bangsa ini mengintrospeksi diri atas apa yang sudah berjalan, apa yang harus diperbaiki, dan apa yang perlu ditingkatkan dalam menata kehidupan bersama.

Baca Juga  Kreativitas dan Inovasi

Sikap demikian akan melahirkan kejernihan yang menyejukkan hati dan pikiran dalam kehidupan bersama dan komunitas manusia. Bahkan lebih dari itu, anak bangsa yang berkualitas akan melahirkan sikap lemah-lembut dan berjiwa penyantun dalam menata kehidupan bersama sehingga rumah bangsa ini tetap kokoh, kuat dan tak tergoyahkan.

Dalam kehidupan sosial dan demokrasi, masalah atau problematika kehidupan penghuni rumah bangsa adalah suatu keniscayaan. Di situlah dituntut kearifan untuk mengatasinya sesuai peradaban bangsa kita dan berpegang pada nilai-nilai luhur kebangsaan. Pancasila mengarahkan bangsa Indonesia ke dalam dimensi hati nurani yang bening bahkan sebening embun pagi yang mencerahkan sesama saudara sebangsa dan setanah air  serta bagi manusia sejagad. Sehingga mengokohkan persaudaraan secara universal.

Nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pedoman untuk menciptakan keharmonisan dan menghasilkan akhlak yang mulia dan melahirkan nilai-nilai luhur kebangsaan yang mengedepankan nilai-nilai moderasi, kerukunan dan kearifan dalam menghayati kehidupan berbangsa dan bernegara. Penghuni rumah yang menghayati nilai-nilai luhur Pancasila mengutamakan keutuhan dan menyambung persaudaraan serta persahabatan demi kemajuan bangsa dan negara.

Rumah bangsa milik kita. Rumah bangsa dibangun atas keberagaman. Kita adalah saudara. Pendiri bangsa telah meletakkan dasar yang kokoh atas bangunan rumah bangsa Indonesia. Rumah bangsa dibangun dari masyarakat yang multikultural sehingga toleransi dan rasa persaudaraan sesama penghuni bangsa harus dijaga untuk menata kehidupan bersama sebagai wujud penghormatan kita terhadap pendiri dan pahlawan bangsa demi kokoh, kuat dan tak tergoyahkan persaudaraan kebangsaan kita dalam payung NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 45. (*)

Editor: Ufqil Mubin

Sekilas: Penulis adalah dosen Sekolah Tinggi Kateketik Pastoral Katolik Bina Insan Keuskupan Agung Samarinda Kalimantan Timur.

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button