Pasangan “Subur” yang Memiliki 16 Anak


Ditulis Oleh: Ayu Salsabila
16 Juli 2019
Siang itu, Ahad (14/7/16), Sarinah sedang santai menyusui bayinya yang baru genap berusia satu bulan. Anaknya diberi nama Muhammad Ikhwan Noor. Berbalut baju tidur setelan yang cukup usang, ia duduk bersila. Ikhwan berada di pangkuannya. Sesekali anaknya menangis. Ia langsung menyodorkan payudaranya agar dihisap bayi mungil tersebut.
Di kediamannya yang sangat sederhana, berada tepat di RT 18, Desa Suka Rahmat, Kecamatan Teluk Pandan, Kutai Timur (Kutim). Dari Bontang menuju rumahnya, butuh waktu 14 menit. Halaman rumahnya nampak berupa jembatan parit yang disulap menjadi teras. Tempat ia dan anak-anaknya bersantai. Satu set kursi ukir berjejer menghadap ke jalanan yang masuk wilayah Kilometer 7 Jalan Poros Bontang-Samarinda. Di depannya terdapat satu set kursi daur ulang dari ban mobil.
Beberapa anaknya sedang asyik bermain di bawah pohon ceri atau pohon kersen–sebutan orang Jawa. Ada yang tampak berusia lima tahun, enam tahun, delapan tahun, sembilan tahun, bahkan ada yang sudah remaja dan dewasa.
Sarinah yang saat ini berusia 41 tahun, baru saja melahirkan anak ke-18. Sungguh jumlah anak yang fantastis dibanding keluarga lainnya. Meski anaknya yang hidup hanya 16 anak, tetap saja jumlahnya masih di atas batas normal yang ditetapkan pemerintah: dua anak cukup.
Beberapa anak yang bermain tampak bolak-balik ke arahnya. Hanya sekadar memainkan adiknya yang bungsu atau memberi obat yang baru dibeli. Sarinah dengan ramah menjawab setiap pertanyaan yang diajukan media ini.
Di Antara Hidup dan Mati
Wanita paruh baya itu bercerita proses melahirkan anak ke-16 yang harus melalui bedah besar atau caesarean section. Kata dia, dokter takut jika dirinya melahirkan normal lantaran riwayat tensi darah yang cukup tinggi selama kehamilan. Padahal dirinya tak merasa khawatir.
“12 Juni lalu, Ikhwan lahir dengan berat 2,6 kilogram,” ujarnya sambil berusaha menenangkan bayinya.
Sarinah bercerita awal mula mengandung anak pertama. Saat itu, dia menikah dengan suaminya Alimin (56) kala berusia 13 tahun. Tak lama berselang, perempuan paruh baya itu hamil. Di usia kandungan ketujuh bulan, Sarinah mengalami keguguran. Usai keguguran, ia dipercaya lagi hamil anak kedua. Anaknya terlahir sehat.
Tak berselang lama, dia hamil lagi anak ketiga. Allah berkehendak lain. Ia kembali mengalami keguguran di usia kandungan empat bulan.
“Saya sakit keras mbak. Divonis malaria. Makanya minum obat terus. Saya dirawat dan di rumah sakit saya keguguran,” kenangnya.
Setelah sembuh dari sakitnya, Sarinah kembali positif hamil. Anak-anaknya lahir dengan selamat dan sehat. Sejak saat itu, dalam waktu tiga tahun, Sarinah selalu melahirkan dua orang anak. Hingga jumlah anaknya saat ini sebanyak 16 orang dengan jumlah kehamilan sebanyak 18 kali.
Saat menikah dengan suaminya di Sangkulirang, Sarinah dikaruniai empat orang anak. Kemudian ia pindah ke Tanjung Limau Bontang. Di situ dia bermukim sekira enam bulan. Tak berselang lama, dia pindah lagi ke RT 13, Berebas Tengah. Selama enam bulan ia bermukim di kelurahan tersebut. Pada tahun 2000, ia pindah tempat tinggal ke Jalan Poros Bontang-Samarinda.
“Dulu di Bontang sewa. Di sini alhamdulillah sudah rumah sendiri. Sebelumnya pindah-pindah juga,” ujarnya.
Mengenai rahimnya yang dianggap subur, Sarinah tak pernah membayangkannya. Sering hamil dan punya anak banyak juga tak pernah ia biarkan. Terkadang, ia berupaya menunda kehamilan dengan cara ber-KB. Tetapi, tak ada jenis KB yang cocok untuknya: baik KB pil, suntik, bahkan spiral atau IUD.
“Sebelum hamil anak ke-18 ini, sempat dipasang IUD. Tapi kaki saya sakit sekali. Sampai tak bisa jalan. Makanya dilepas. Apalagi kalau yang memengaruhi hormon. Tidak cocok,” terangnya.
Bahkan ia sempat mencoba jamu asal Madura yang bisa mengeringkan kandungan. “Baru seminggu saya minum, sudah hamil,” ungkapnya sambil tertawa.
Ia pun merasa heran. Tetapi tetap menikmatinya. Padahal setiap hamil, dia selalu mengalami mabuk alias ngidam. Tetapi ia tak pernah mengeluh. Justru dia melawannya. “Saya tahu kalau lagi hamil. Karena pasti saya mabuk,” katanya.
Di umur 16 tahun, Sarinah mengaku sudah memiliki dua anak. Disinggung mengenai seringnya berhubungan suami istri, Sarinah justru menyangkalnya. Ia dan suami jarang “kumpul”. Kadang sebulan hanya dua kali.
“Tapi tidak tahu juga. Ada orang bilang, mungkin disentuh saja bisa langsung hamil,” ucapnya.
Tak Kesulitan Mendidik Anak
Dengan banyaknya jumlah anak yang dimiliki, Sarinah tak pernah merasa kesulitan mendidiknya. Ia mengurus sendiri anak-anaknya. Bahkan, orang tuanya menangis ingin membantunya mengurus anak. Ia menolaknya.
“Saya ingin merasakan bagaimana susahnya orang tua saya mendidik anak. Tetapi saya tidak pernah rasakan susahnya. Karena saya nikmati dan jalani saja,” bebernya.
Anak-anaknya tidak membuatnya pusing. Mereka tak pernah bertengkar, jarang menangis, bahkan hidup mandiri. Jika ia hamil lagi, anak terkecil yang masih meminum ASI secara otomatis mengonsumsi makanan. Tanpa dia beri tahu.
“Dikasih susu formula juga tidak mau. Jadi minum air putih saja. Ikut makanan orang dewasa,” ungkapnya.
Ia selalu memberikan petuah pada anaknya karena memiliki banyak saudara. “Saya bilang kalu kamu nakal, nanti orang tua dikira tak bisa mendidik. Apalagi punya banyak anak, dijadikan alasan. Makanya sejak dari anak pertama, saya didik begitu dan turun sampai anak terakhir,” terangnya.
Kuncinya di anak pertama. Kata Sarinah, kalau anak pertama baik, maka adik-adiknya akan menirunya. “Sekarang saya sudah disteril. Semoga Ikhwan ini jadi yang terakhir. Kalau saya hamil lagi, itu sungguh keajaiban. Karena bidan bilang masih ada bibit di rahim saya tiga lagi,” ungkap dia.
Untuk makan sehari-hari, ia biasa memasak nasi sebanyak 1,5 kilogram. Ketika ada pasangan suami istri yang berencana mengambil anaknya, ia menolaknya. Ia tak bisa membandingkan anaknya dengan harta.
“Mau saya dibangunkan rumah tingkat sepuluh atau dikasih mobil banyak, saya tetap tidak mau. Karena bagi saya, biarpun makan dengan garam, yang penting kumpul sama anak,” akunya.
Rumah sederhananya hanya memiliki tiga kamar. Ia membebaskan anak-anaknya tidur di mana pun. Sejatinya dia tak menyesal memiliki banyak anak. Ia justru bersyukur dan menjalaninya dengan ikhlas.
“Tinggal merawat dan membesarkannya saja. Dikasih sehat, saya sudah sangat bersyukur. Karena itu yang utama,” tutupnya. (*)
Editor: Ufqil Mubin