Catatan

Pemilu dan Pesimisme Perbaikan Lingkungan di Kaltim

Pemilu dan Pesimisme Perbaikan Lingkungan di Kaltim
Pradarma Rupang (Istimewa)

Ditulis Oleh: Pradarma Rupang

14 April 2019

Lewat aksi hari ini, Sabtu (13/4/19), masyarakat mempertanyakan pemilihan umum (pemilu) yang akan menghadirkan pemimpin baru di Indonesia. Apakah persoalan lingkungan di Kalimantan Timur (Kaltim) akan usai? Apakah akan terkabul harapan masyarakat yang tinggal di daerah lingkar tambang untuk bisa keluar dari krisis dan masalah?

Tentu saja tidak. Kita melihat beberapa waktu lalu di debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Kedua kandidat tidak pernah menyinggung berbagai persoalan lingkungan di Kaltim. Bahkan ketika ada pertanyaan mengenai hal-hal yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan, kedua calon kompak tidak menjawabnya. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua capres dengan janji-janji manisnya tidak pernah menyentuh persoalan yang dapat membawa perubahan besar bagi masyarakat serta keselamatan lingkungan.

Fakta ini diperparah dengan keterlibatan para pebisinis tambang di balik dua kandidat.  Hal itu justru akan memperlebar krisis dan masalah lingkungan semakin parah. Misalnya di kubu Jokowi ada Luhut Binsar Panjaitan. Pemilik dan pemegang saham PT Toba Bara Sejahtera dengan tiga anak perusahaan di Kabupaten Kutai Kartanegara: PT Adimitra Baratama Nusantara, PT Trisensa Mineral Utama, PT Kutai Energi, dan PT Indomining. Perusahaan-perusahaan itu begitu banyak meninggalkan persoalan sosial dan ekologis.

Baca Juga  Melacak Kebenaran Sejarah di Balik Pernyataan Bahwa Bahasa Ngapak Berasal dari Suku Kutai
Artikel Terkait

Ada 50 lubang tambang yang tidak direklamasi, konflik lahan, kriminalisasi petani, pencemaran sungai hingga mengakibatkan ruas jalan di Muara Jawa putus dan rumah-rumah amblas.

Begitu pun sebaliknya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Keduanya merupakan pemain lama di  sektor tambang dan energi. Prabowo adalah pemilik Nusantara Energy Resources yang menaungi 17 anak perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan, kertas dan bubur kertas, kelapa sawit, tambang batu bara, dan perusahaan jasa.

Sama halnya dengan Sandiaga Uno yang tercatat pada sejumlah perusahaan tambang. Dari Saratoga Group yang berbisnis minyak bumi dan gas alam serta Merdeka Copper Gold yang terkait dengan tambang emas PT Bumi Suksesindo dan PT Damai Suksesindo di Gunung Tumpang Pitu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

***

Pemilu dan Pesimisme Perbaikan Lingkungan di Kaltim
Deklarasi masyarakat untuk mengingatkan publik serta capres dan cawapres atas ancaman tambang terhadap lingkungan di Kaltim. (Istimewa)

Sanga-Sanga Dalam adalah salah satu kampung yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara Kaltim. Wilayahnya seluas 42 hektare. Berada di wilayah perusahaan tambang CV Sanga-Sanga Perkasa (SSP). Pada 2014, izin perusahaan berakhir. Namun beroperasi kembali pada 2018. Padahal perusahaan mengajukan izin perpanjangan di saat tenggang waktu telah melewati batas.

Perusahaan membuat dua lubang raksasa seluas enam hektare dengan kedalaman mencapai 40 meter. Kemudian jarak lubang dengan pemukiman hanya 300 meter. Akibatnya, saluran drainase kampung hancur, jalan kampung rusak oleh kegiatan tambang, banjir besar dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya.

Pemaparan di atas sudah memberikan kita jawaban bahwa hadirnya Pemilu 2019 ini tidak akan membawa kesejahteraan dan keselamatan lingkungan. Karena aktor di balik penghancuran alam adalah elit politik dan pebisnis yang sedang bertarung di pemilu. Siapa pun pemenangnya, rakyat tetap berada di pihak yang kalah. Rakyat menanggung resiko akibat praktik eksploitatif. Sedangkan pebisnis tambang serta elit politik tetap menang. Mereka melanjutkan ekstraksi untuk keuntungan dirinya dengan menumpuk kekayaan.

Karena itu, saya menyampaikan hal-hal sebagai berikut: Pertama, tidak ada jaminan perlindungan hukum yang berkeadilan terhadap penggusuran halaman rumah, kebun, dan sawah sebagai sumber dan alat produksi rakyat. Atas nama pertumbuhan ekonomi nasional, akan diwujudkan perluasan perkebunan skala raksasa, tambang-tambang mineral, tambang-tambang batu bara, serta penggalian pasir dan batu di wilayah tangkapan air dan badan-badan sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat.

Kedua, tidak ada jaminan langkah-langkah hukum yang berkeadilan untuk pemulihan hak-hak rakyat atas penggusuran dan penyerobotan rumah, halaman, kebun dan sawah serta penghancuran ruang hidup yang sudah terjadi.

Ketiga, tidak ada niat dan kemauan politik dari mereka yang berkontestasi pada Pemilu 2019 untuk membongkar dan menuntaskan tunggakan kasus-kasus yang menimpa korban tambang pada umumnya di Indonesia dan kasus yang menimpa warga di Kaltim. Kasus-kasus itu berupa kasus lubang tambang, perampasan lahan enam kelompok tani di Muara Jawa-Loa Janan dan Sanga-Sanga, pencemaran lingkungan, hingga perlawanan warga RT 24 yang menolak diperpanjangnya izin usaha pertambangan (IUP) CV SSP.

Mereka hanya menebar janji ke masyarakat. Maka tak mengherankan jika pernyataan Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi bahwa IUP CV SSP telah dicabut. Diberitakan di beberapa media berupa klaim sepihak yang tak terbukti.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menelusuri kebenaran pernyataan wakil gubernur ke Bagian Biro Hukum. Ternyata CV SSP tidak masuk dalam salah satu perusahaan di Kaltim yang izinnya telah dicabut.

Hal lainnya, Karst Sangkulirang-Mangkalihat kini terancam karena telah terbit 193 izin ekstraksi sumber daya alam (SDA). Ke depan, krisis akan dialami oleh lebih dari 20 ribu jiwa. Khususnya masyarakat yang bermukim dan bergantung pada kawasan ekosistem bentang alam karst di Kutai Timur dan Berau. (*)

Editor: Ufqil Mubin

Sekilas: Pradarma Rupang adalah Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur.

Print Friendly, PDF & Email

Baca Juga  Cegah Kanker Serviks dengan Pemeriksaan Pap Smear

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button