Jalan Berliku Partai Kebangkitan Bangsa di Kaltim


Akurasi.id, Samarinda – Sebuah gelas berkaca bening tersimpan di atas meja yang terbuat dari kayu. Seorang laki-laki berkulit sawo matang duduk berhadapan dengan dua unit ponsel dan gelas yang berisi minuman dicampur es batu yang kian mencair itu. Sesekali senyum kecil dan tawa tersungging di bibir pria yang mengenakan kaos tersebut. Dia duduk di kursi kayu.
Di depannya, ada dua orang jurnalis dan empat orang rekannya dari Universitas Mulawarman Samarinda. Pria kelahiran Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) ini acap duduk santai melepas penat dan berdiskusi banyak hal bersama rekan sejawatnya di perguruan tinggi negeri ternama di Kalimantan Timur (Kaltim) itu.
Syafruddin. Begitu nama lengkapnya. Orang-orang biasa memanggilnya Udin. Kepada kami, dia berkisah tentang perjalanan berliku Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meniti tangga persaingan penuh dinamika di arena politik di Bumi Etam.
Genap sepuluh tahun. Masih terang dalam benaknya kisah kegagalannya sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kaltim Daerah Pemilihan (Dapil) Samarinda. Belakangan hal itu disadarinya. Dia terjun di arena persaingan politik yang melibatkan adu visi dan strategi lintas partai politik. Hal yang lumrah apabila dia gagal karena hanya bermodal uang Rp 30 juta.
“Uang itu hanya cukup untuk beli spanduk. Saya belum paham, ternyata politik perlu logistik yang banyak. Yang membuat saya tertekan, saya mendengar cibiran orang mengenai kegagalan saya. Katanya, masa ketua partai tidak lolos,” ucapnya mengulas kalimat bernada merendahkan itu, Selasa (23/4/19).
Tidak hanya Syafruddin yang gagal melenggang ke Gedung Karang Paci. Di seluruh dapil di Kaltim, partai yang dipimpinnya tak mendapatkan satu pun kursi. Tersisa harapan hanya di kabupaten/kota. Kala Kaltim masih tergabung dengan Kalimantan Utara (Kaltara), partai tersebut mendapatkan enam kursi di DPRD tingkat II.
Meski begitu, ada perasaan sedih dalam sanubarinya. Muncul keinginan mengundurkan diri dari Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB Kaltim. Tekanan semakin kuat kala dia mengingat bahwa sebelumnya PKB pernah menempatkan tiga kadernya di DPRD Kaltim.
Secara kalkulasi politik, PKB gagal mempertahankan kursi yang diraih di pemilu lima tahun sebelumnya. “Saya sampai stres. Dicibir ‘kan enggak enak. Tetapi karena dukungan dan kekompakan teman-teman, akhirnya saya tetap duduk sebagai Ketua PKB Kaltim,” ungkapnya.
Belajar dari Kegagalan
Suami dari Damayanti itu belajar banyak hal dari kegagalannya mendapatkan kursi wakil rakyat pada Pemilu 2009. Dia merunut beragam kekurangan di balik pertarungan sengit di pemilu sepuluh tahun lalu.
Salah satunya, komposisi caleg yang diusung PKB tidak memiliki “nilai jual” di masyarakat. Sebagai partai pendatang baru di Kaltim, PKB menempatkan orang-orang yang tidak mempunyai modal kuat mendapatkan kepercayaan publik untuk menduduki kursi wakil rakyat.
“Pemilu 2009 itu saya ibaratkan kereta api. Gerbongnya sudah mau jalan, tapi penumpangnya belum ada. Akhirnya kami angkut ‘pedagang asongan dan anak jalanan’ di dekat rel ketera api. Begitulah caleg PKB waktu itu,” jelasnya.
Kesalahan lain, Syafruddin dan kawan-kawan lebih mengedepankan optimisme ketimbang kerja keras mendekati pemilih. Dia membalik cara pandang tersebut dengan mendahulukan kerja keras. “Setelah bekerja, baru optimis. Ini yang kami tanamkan di Pemilu 2014,” ucapnya.
Lima tahun berjalan paska gagal di kontestasi demokrasi tersebut, mantan Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Samarinda itu melihat celah kekurangan politisi-politisi yang duduk di DPRD Kaltim.
Umumnya, politisi menjaga jarak dengan masyarakat. Celah itu digunakan Syafruddin dengan sungguh-sungguh. Dia giat mendekati orang-orang dari rumah ke rumah. Ia kerap terlihat duduk bersama teman-temannya di warung-warung kopi di pinggir jalan atau di Universitas Mulawarman Samarinda.
“Saya sering sampaikan, kita harus mendekatkan diri dengan rakyat. Karena hari ini rakyat tidak senang dengan politisi yang berjarak. Itulah yang kami manfaatkan dengan baik. Sehingga rakyat merasa dekat dengan PKB,” katanya.
Di Pemilu 2014, dia menyusun komposisi caleg yang kompetitif dan memiliki elektabilitas tinggi di masyarakat. Dukungan finansial juga ikut mendongkrak perolehan suara partai. Hasilnya, PKB mendapatkan lima kursi wakil rakyat di DPRD Kaltim. Lalu, Syafruddin didapuk sebagai Ketua Fraksi PKB dan anggota Komisi III.
Bersamanya, terhitung ada nama Jahidin, Selamat Ari Wibowo, Sandra Puspa Dewi, dan Herman yang duduk sebagai anggota dewan dari partai yang didirikan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut. Seiring berjalannya waktu, setelah Kaltim dan Kaltara dipisah, Herman diangkat sebagai anggota DPRD di provinsi termuda di Indonesia itu.
“Pada Pemilu 2014, kami benar-benar bekerja keras. Kami bekerja semaksimal mungkin untuk kepentingan rakyat. Karena orang-orang yang duduk di DPRD ini kader-kader terbaik yang dimiliki PKB,” ujarnya.
PKB Naik Pangkat

Bermodal kader-kader PKB yang duduk sebagai wakil rakyat di DPRD Kaltim selama lima tahun terakhir, partai yang lahir di era Reformasi itu memiliki kesiapan yang memadai untuk menyongsong Pemilu 2019.
Jika di pemilu sebelumnya PKB hanya mendapatkan empat kursi—setelah dikurangi satu kursi untuk DPRD Kaltara, maka di pemilu tahun ini, partai tersebut diperkirakan memperoleh lima kursi di DPRD Kaltim.
“Saya yakin [perolehan kursi untuk PKB] ini sudah pasti. Kami sudah memegang datanya. Karena itu, PKB akan mendapatkan kursi wakil ketua,” ucapnya dengan nada optimis.
Menurut Syafruddin, PKB Kaltim bakal bertengger di posisi keempat setelah Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Suara tertinggi didapatkan Syafruddin di Dapil Balikpapan. Meski nilai jual di komposisi caleg tidak merata, secara pribadi, dia mendapatkan 12 ribu suara di Kota Minyak. Partainya hanya mampu mendulang dua ribu suara. Sisanya, didapatkan caleg-caleg lainnya dari PKB.
Sementara di Dapil Kutai Kartanegara; Dapil Samarinda; Dapil Berau, Bontang, Kutai Timur, serta Dapil Paser dan Penajam Paser Utara, komposisi caleg dari partai tersebut relatif merata. Pun demikian, di dua dapil terakhir, PKB didukung dua orang wakil kepala daerah.
“Kalau kekuatan PKB di Kaltim ini diukur dengan PDIP, Golkar, dan Gerindra, itu jauh. Dari segi kemampuan finansial, kami ini lemah. Melawan partai-partai ini berat. Kader-kader PKB bukan konglomerat dan pengusaha. Rata-rata kader partai lain ‘kan pengusaha. Kalau beradu finansial, kami angkat tangan,” katanya.
Keunggulan berikutnya, kader-kader PKB akan menduduki pimpinan DPRD di empat kabupaten/kota. Di Paser, PKB berhasil meraih pucuk pimpinan. Sementara di Kutai Kartanegara, Mahakam Ulu, dan Bontang, PKB bakal menduduki wakil ketua DPRD.
Selain itu, partai tersebut akan menempatkan tiga orang kadernya di DPRD Samarinda dan satu orang kader PKB di DPRD Balikpapan. Meski PKB tidak mendapatkan kursi di sepuluh kabupaten/kota di Kaltim, dia patut berbangga.
“Baik di provinsi maupun kabupaten/kota, perolehan kursi PKB relatif merata. Ya, jelas saya bangga. Raihan suara yang spektakuler ini banyak sebabnya. Antara lain kesolidan tim, kerja keras, mesin, dan instrumen partai. Strategi lain, kami menyusun caleg yang kompetitif,” terangnya.
Dari segi dukungan pemilih, PKB didukung pemilih tradisional dan pemilih yang dipengaruhi mesin partai lewat beragam pendekatan. Secara umum, pemilih tradional partai tersebut berasal dari warga Nahdlatul Ulama (NU).
“Basis kami di NU. Tetapi kami tidak bisa berharap penuh dari NU. Makanya ada pemilih garapan. Saya kira sama dengan partai lain. Hanya saja, PKB diuntungkan dengan pemilih fanatik yang berasal dari NU,” bebernya. (*)
Penulis: Ufqil Mubin
Editor: Ufqil Mubin