Rilis Hasil Survei Pilkada Kutim, Lembaga SDI Tidak Punya Izin KPU, Dianggap Melanggar dan Ilegal


Rilis hasil survei Pilkada Kutim, lembaga SDI tidak punya izin KPU, dianggap melanggar dan ilegal. Karena sesuai ketentuan Keputusan KPU nomor 296 tahun 2020 tentang Lembaga Survei, setiap lembaga survei wajib terdaftar dan mengantongi sertifikat KPU sebelum merilis hasil surveinya. Jika tidak, maka lembaga itu dianggar melanggar.
Akurasi.id, Sangatta – Sebuah lembaga bernama Sinergi Data Indonesia (SDI) mendadak merilis hasil survei atas Pilkada Kabupaten Kutai Timur (Kutim) tahun 2020. Di mana, dalam rilisnya, lembaga tersebut memaparkan hasil survei mereka pada November 2020 dengan mengunggulkan salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Kutim. Hasil survei itu sendiri tersebar di sejumlah forum media sosial (medsos) yang ada di Kutim.
Baca juga: Ayah Setubuhi Anak Tiri Hingga Berbadan Dua
Mendapati hal itu, media ini mencoba mengonfirmasi keberadaan lembaga SDI tersebut kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kutim. Karena, kebijakan untuk merilis data hasil survei pemilu haruslah sebuah lembaga survei yang terdaftar dan mendapatkan sertifikat dari KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Hal itu tertuang dalam Keputusan KPU (KKPU) nomor 296/PP.06-Kpt/06/KPU/VI/2020 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran Pemantauan Pemilihan dan Lembaga Survei atau Jejak Pendapat dan Penghitungan Cepat Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020. Di situ disebutkan, bahwa lembaga yang berhak dan diizinkan mengeluarkan rilis hasil survei adalah lembaga yang terdaftar dan mendapatkan sertifikat dari KPU setempat.
Komisioner KPU Kutim Divisi Sosialisasi Pemilih, Partisipasi Masyarakat (Parmas) dan SDM, Handoko mengatakan, bahwa saat ini hanya ada 3 lembaga survei yang telah mendaftarkan diri dan mendapatkan sertifikat dari pihaknya, yakni PT Citra Komunikasi LSI, Perkumpulan Jaringan Isu Publik, dan PT Lingkar Strategi Indonesia.
“Secara administrasi dan persyaratan, ketiga lembaga itu sudah memenuhi syarat. Dan ketiga lembaga itu semuanya berkedudukan di Jakarta,” ungkap dia saat ditemui di ruang tunggu kantor KPU Kutim, Kamis siang (26/11/2020).
Menurutnya, jika kemudian ada lembaga lain di luar ketiga lembaga yang diakui KPU Kutim di atas dan merilis hasil surveinya tanpa izin, maka secara administrasi tidak dapat diakui. Selain itu, ketika lembaga tersebut hendak dan atau dengan sengaja mempublikasikan hasil surveinya di masa pemilu, maka itu tergolong dalam suatu pelanggaran.
“Apabila masih ada lembaga survei yang mempublikasikan hasil surveinya di luar ketiga lembaga yang mendapatkan sertifikat dari kami, maka itu dapat ditindak. Dan kalau ada di luar ketiga itu (PT Citra Komunikasi LSI, Perkumpulan Jaringan Isu Publik, dan PT Lingkar Strategi Indonesia), maka itu sifatnya ilegal,” sebutnya.
Perihal langkah yang diambil lembaga SDI mempublikasikan hasil surveinya atas Pilkada Kutim, dikatakan Handoko, itu dapat dikategorikan dalam lembaga survei liar dan tidak dibenarkan. Karena sudah ada aturan yang mengatur hal itu. Di sisi lain, lembaga survei yang terdaftar di KPU, juga wajib bersifat independen, tidak berafiliasi dengan salah satu calon.
“Keputusan KPU atau KKPU nomor 296 tahun 2020 terkait Lembaga Survei adalah sebagai bentuk pengawasan terhadap adanya lembaga survei liar (atau ilegal) yang muncul di masyarakat. Dan di Pilkada Kutim hanya ada tiga lembaga survei yang diakui dan terdaftar di kami,” tegasnya.
Dalam hal penindakan bagi lembaga survei liar, Handoko menyerahkan itu kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kutim untuk memprosesnya. Karena itu masuk dalam kewenangan pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu Kutim.
Wartawan media ini kemudian mengonfirmasi lebih lanjut kepada Ketua Bawaslu Kutim Andi Mappasiling. Ditemui di ruang kerjanya siang tadi (26/11/2020), Andi mengaku, bahwa dirinya baru tahu kalau ada sebuah lembaga survei yang merilis hasil Pilkada Kutim.
“Setahu saya, (setiap) lembaga survei yang boleh mempublikasikan hasil surveinya, harus lembaga yang terdaftar di KPU setempat. Syarat pendaftaran dan kriteria terkait itu, semuanya ada KPU Kutim,” tuturnya.
Andi menegaskan, setiap lembaga survei yang terdaftar di KPU, tidak boleh berafilisasi dengan salah satu calon kepala daerah. Ketika ada lembaga survei di luar yang terdaftar di KPU dan berafiliasi dengan calon tertentu, maka hasil surveinya tidak boleh dipublikasikan dan hanya untuk kepentingan informasi dari calon itu saja.
“Di setiap paslon biasanya ada lembaga surveinya sendiri, tapi itu hasilnya tidak boleh dipublikasikan kepada publik, cukup untuk dia (paslon) itu saja,” tegasnya.
Mengenai keberadaan lembaga SDI yang mempublikasikan hasil survei mereka tanpa seizin KPU, dikatakan Andi, bahwa itu sudah termasuk dalam pelanggaran. Selain karena memang lembaga tersebut yang tidak terdaftar dan tidak mengantongi sertifikat dari KPU Kutim.
“Apa yang dilakukan (lembaga SDI) itu sudah termasuk pelanggaran. Sama seperti di Bontang kemarin (Lembaga LSI mempublikasikan hasil surveinya dan mereka tidak terdaftar di KPU), makanya langsung di takedown (dibubarkan oleh Bawaslu Bontang),” imbuhnya.
Andi mengaku, dia akan segera mempelajari laporan tersebut. Sesuai dengan ketentuan dan aturan, nantinya bisa jadi pihak lembaga SDI akan dipanggil untuk dimintai klarifikasi. Bila memang ditemukan adanya tindakan yang melanggar, maka lembaga tersebut akan dilaporkan ke asosiasi yang menaunginya.
“Kami akan pelajari lagi. Yang pasti, bila itu memang melanggar, maka kami akan meminta mereka (lembaga SDI) untuk takedown hasil surveinya. Mereka tidak boleh merilis itu. Harus mencabutnya. Karena itu tindakan dapat mempengaruhi persepsi publik,” tandasnya. (*)
Penulis: Tim Redaksi Akurasi.id
Editor: Dirhanuddin