Agnez Mo Kunjungi Kementerian Hukum, Tanggapi Gugatan Hak Cipta Ari Bias
Gugatan Hak Cipta: Agnez Mo Dinyatakan Bersalah dan Didenda Rp1,5 Miliar

Akurasi.id – Penyanyi Agnez Mo mengunjungi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk membahas regulasi hak cipta setelah namanya terseret dalam gugatan yang dilayangkan oleh komposer Ari Bias. Dalam pernyataannya, Agnez Mo menegaskan komitmennya untuk menaati undang-undang dan ingin mendalami lebih lanjut aturan terkait hak cipta di Indonesia.
Agnez Mo Taat Hukum dan Ingin Belajar
Dalam keterangannya di Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Agnez Mo menyatakan keinginannya untuk memahami lebih dalam mengenai hukum hak cipta di Indonesia.
“Saya warga negara Indonesia, saya maunya taat sama UU. Saya berdiri bersama UU,” ujar Agnez Mo.
Ia juga menyayangkan keputusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Ari Bias, karena menurutnya, hal ini justru menimbulkan kebingungan di kalangan musisi dan pencipta lagu di Indonesia.
Kasus Gugatan Hak Cipta oleh Ari Bias
Kasus ini bermula dari gugatan komposer Ari Bias yang menyatakan bahwa Agnez Mo telah menyanyikan lagu Bilang Saja tanpa izin. Pengadilan memutuskan Agnez Mo wajib membayar denda sebesar Rp1,5 miliar atas tiga konser yang digelar di Surabaya, Jakarta, dan Bandung pada Mei 2023, masing-masing dikenai denda Rp500 juta.
Menurut Minola Sebayang, kuasa hukum Ari Bias, pihaknya telah memberikan somasi terbuka dan tertutup sebelum melayangkan gugatan. Namun, Agnez Mo tetap menyanyikan lagu tersebut tanpa izin.
Penjelasan Agnez Mo: Mekanisme Izin dan Royalti Ditangani Penyelenggara
Dalam podcast bersama Deddy Corbuzier, Agnez Mo memberikan klarifikasi bahwa selama ini izin dan pembayaran royalti ditangani oleh penyelenggara acara, bukan oleh dirinya secara langsung.
“Gue enggak dihubungi langsung. Mekanisme izin itu seperti apa? Selama ribuan show yang gue jalani, izin dan royalti itu dibayar oleh penyelenggara acara,” tegasnya.
Agnez Mo juga menyoroti perbedaan sistem pengelolaan royalti di Amerika Serikat, tempat ia terlibat dalam Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) selama 12 tahun. Ia membagikan pengalaman ini saat berdiskusi di Kemenkumham untuk membandingkan regulasi hak cipta di Indonesia dan luar negeri.
Kasus ini menjadi perhatian besar bagi industri musik Indonesia, terutama terkait mekanisme perizinan dan royalti. Agnez Mo berharap diskusi ini bisa menjadi langkah awal untuk memperjelas regulasi dan memberikan kepastian hukum bagi para musisi dan pencipta lagu.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy