Di Balik Surat Suara Pemilu Ada “Emak-Emak” Berburu Rezeki
Akurasi.id, Sangatta – Ruangan besar itu tampak hening di tengah keramaian siang itu. Ada aktivitas yang beradu dengan waktu. Tangan-tangan berbagai warna begitu cekatan memilah dan memilih kertas yang terhampar di ruangan. hanya sesekali suara canda menghelai keseriusan yang terpaku di tempat itu.
Di ruangan dengan cat warna putih itu, tampak membentuk kelompok-kelompok kecil. Dari tiga hingga empat orang. Ada yang hanya diisi perempuan saja. Ada juga campuran perempuan dan laki-laki. Mereka tampak asik dalam kesibukan mereka masing-masing.
Dari sudut ke sudut ruangan, perempuan dengan usia 35-45 tahun menjadi penghias ruangan. Dengan beralaskan spanduk bekas, mereka berasik riang menyusun dan melipat kertas yang berserakan dan mengelilingi setiap sudut ruangan.
Mereka adalah peserta pelipatan surat suara Pemilihan Umum (Pemilu) yang direkrut Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kutai Timur. Para perempuan yang didominasi para mak-mak itu sudah bekerja melipat ribuan surat suara pemilu dari Jumat (9/3) lalu.
Berkah Bagi Mak-Mak
Dalam hajatan Pemilu 2019 memang menjadi berkah tersendiri bagi sebagian masyarakat Sangatta. Sebanyak 100 warga direkrut menjadi petugas pelipat surat suara pemilihan serentak calon anggota legislatis (caleg) dan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) pada 17 April mendatang.
Pelipatan surat suara yang berlangsung di Gedung Graha Expo Bukit Pelanggi Kutim itu, dikawal dan dijaga ketat petugas kepolisian. Pelipatan surat suara tersebut mulai sejak pagi, pukul 08.00 Wita. Mereka masuk ruangan setelah dilakukan pemeriksaan oleh petugas.
Kendati diberi honor, tidak semua pekerja pelipatan surat suara ini termotivasi untuk sekadar mendapatkan upah. Namun, ada juga sebagian mencari pengalaman dan kegiatan seru mengisi kekosongan aktivitas mereka.
“Upahnya satu lembar Rp 100 rupiah, jadi kami berlomba untuk melakukan pelipatan sesuai dengan waktu,” kata Cia, seorang pekerja pelipatan surat suara kepada Akurasi.id.
Sebelum masuk dan melakukan pelipatan surat suara, mereka diperiksa satu persatu. Baik itu barang bawaan dan juga kuku. Setelah itu, pekerja langsung dibagikan paket surat suara untuk segera dilipat. Meski diselingi candaan dan tawa, hal itu tak mengurangi ketelitian peserta dalam melipat surat suara.
Ada lima jenis surat suara yang akan dilipat di pemilu kali ini. Surat suara pemilihan presiden (pilpres), pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, DPRD Kabupaten, DPRD Kota, DPRD Provinsi, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
“Kami juga harus tetap teliti, jangan sampai ada yang sudah terlipat, tapi itu rusak. Makanya kami kembali untuk cek sebelum dilipat, untuk memastikannya,” kata dia.
Kemudian, pada jam istrahat untuk makan dan salat. Pekerja terlihat kompak, mereka makan bersama setelah mendapat jatah nasi yang telah disiapkan KPU. Para petugas pelipatan suara itu berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari ibu rumah tangga (IRT) hingga tenaga kerja kontrak daerah (TK2D).
Cia misalnya, IRT yang sekaligus jualan sembako ini tak ingin menyia-nyiakan kesempatan begitu mendapat tawaran, walau pun dia harus meninggalkan pekerjaannya sehari-hari. “Jaga warung sembakonya sama bapaknya dulu. Lumayan (honornya) buat tambah-tambah,” ujar warga Teluk Lingga ini.
Cia mengaku baru pertama kali ikut pelipatan surat suara dan awalnya diajak sepupunya yang juga bergabung dalam proyek insidental ini. Bukan hanya dia, beberapa ibu di lingkungannya juga ikut dalam proyek tersebut.
Kiki (32), seorang TK2D, mengaku senang karena pekerjaan tersebut dilakukan bersama dengan temannya yang lain. Selain itu, Kiki mengaku tergoda dengan honor yang ditawarkan. “Lumayan buat tambah-tambah uang saku,” katanya.
Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum dan Keuangan KPU Kutim Basori menjelaskan, untuk satu lembar surat suara yang dilipat, penyortir mendapat honor Rp 100. Jika diasumsikan satu orang menyelesaikan 1.000 lembar selama delapan jam, seorang bisa mendapat honor Rp 100 ribu per hari.
Basori mengatakan lokasi pelipatan surat suara dijaga 24 jam oleh personel gabungan. Setiap hari, menurut dia, lima polisi dan tiga anggota Satpol PP berjaga bergantian. “Selain di tempat pelipatan, titik-titik penting pun tak luput dari pantauan mereka (petugas keamanan), seperti kantor KPU dan Bawaslu,” tutupnya. (*)
Penulis : Ella Ramlah
Editor: Yusuf Arafah