
Jakarta, Akurasi.id – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan peringatan dini ‘Jakarta Siaga’ menyusul prediksi cuaca ekstrem yang diperkirakan terjadi pada 11-20 Maret 2025. Warga diminta waspada terhadap potensi banjir jika curah hujan mencapai lebih dari 150 mm/hari.
Dalam unggahan resmi di akun Instagram @dkijakarta, Pemprov DKI menyatakan telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi guna mengurangi dampak banjir. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyebutkan bahwa salah satu strategi utama yang digunakan adalah Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang dilakukan lebih awal.
Modifikasi Cuaca untuk Kendalikan Hujan
Gubernur Pramono Anung menginstruksikan OMC dilakukan lebih dini setelah berkomunikasi dengan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati. Upaya ini bertujuan mengarahkan hujan turun di wilayah laut untuk mengurangi dampak genangan di Jakarta.
“Kami telah berbicara dengan BMKG dan Kepala Dinas Sumber Daya Air agar modifikasi cuaca dilakukan lebih awal, terutama besok yang diprediksi memiliki curah hujan tertinggi,” ujar Pramono dalam kunjungannya ke Pasar Induk Kramat Jati.
Selain modifikasi cuaca, langkah lain yang dilakukan Pemprov DKI meliputi pengerukan kali dan waduk serta normalisasi sungai guna meningkatkan daya tampung air di ibu kota.
TMC dan Sejarahnya dalam Mitigasi Bencana
Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) bukanlah metode baru dalam mitigasi bencana di Indonesia. Sejak 1977, teknologi ini telah digunakan untuk mengurangi intensitas hujan di daerah rawan banjir. Pekan lalu, BMKG dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga melakukan modifikasi cuaca pada 5-8 Maret 2025 guna mengurangi dampak curah hujan tinggi di wilayah Jabodetabek.
Pada 2 Maret 2025, hujan deras mengguyur Jabodetabek dan menyebabkan peningkatan debit air di Bendungan Katulampa, Bogor. Kondisi ini memicu status Siaga 1, berdampak pada peningkatan aliran air di sungai-sungai utama seperti Ciliwung, Cikeas, dan Cisadane. Akibatnya, pada 5 Maret 2025, lebih dari 110 RT di Jakarta terdampak banjir, sementara delapan kecamatan di Bekasi lumpuh akibat genangan air.
Peningkatan Frekuensi Banjir di Musim Hujan 2024-2025
Sejak awal musim hujan November 2024, berbagai wilayah di Indonesia telah mengalami peningkatan frekuensi bencana hidrometeorologi. Banjir dan longsor terjadi di Sumatera Utara, Sukabumi, Pekalongan, dan beberapa daerah di Jawa Timur.
Pemprov DKI menyadari pentingnya langkah antisipatif untuk menghadapi peningkatan intensitas curah hujan. Oleh karena itu, selain OMC, mereka juga mempercepat pengerukan kali dan waduk serta melaksanakan normalisasi sungai dan sodetan guna meningkatkan kapasitas penampungan air.
Langkah Antisipasi Pemprov DKI Jakarta
Untuk mengurangi risiko banjir akibat cuaca ekstrem, Pemprov DKI telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi, antara lain:
- Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mengalihkan hujan ke laut.
- Normalisasi dan sodetan sungai guna memperlancar aliran air.
- Pengerukan kali, sungai, dan waduk untuk meningkatkan daya tampung air.
- Koordinasi dengan BMKG dan BNPB dalam monitoring cuaca dan langkah mitigasi lainnya.
Masyarakat Jakarta diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti informasi terbaru dari BMKG dan Pemprov DKI. Jika curah hujan melebihi 150 mm/hari, potensi banjir diprediksi akan meningkat.
Jakarta kembali menghadapi tantangan cuaca ekstrem yang berpotensi menyebabkan banjir. Pemerintah telah mengambil berbagai langkah mitigasi, termasuk modifikasi cuaca, pengerukan, dan normalisasi sungai. Meski demikian, kewaspadaan masyarakat tetap menjadi kunci dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy