PeristiwaTrending

Misteri Pagar Laut Sepanjang 30,16 Km di Tangerang: Ganggu Nelayan dan Picu Spekulasi

Pagar Laut Misterius: Ganggu Aktivitas Nelayan dan Picu Dugaan Reklamasi Ilegal

Loading

Akurasi.id – Sebuah pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang membentang di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, menghebohkan publik. Pagar bambu setinggi 6 meter itu tiba-tiba muncul tanpa izin resmi, mengganggu aktivitas ribuan nelayan di 16 desa yang terdampak. Hingga kini, belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas pembangunannya.

Pagar ini membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji dan didirikan menggunakan bambu dengan anyaman paranet serta karung pasir sebagai pemberat. Keberadaannya dinilai ilegal karena tidak memiliki rekomendasi dari pemerintah daerah, termasuk dari camat atau kepala desa setempat.

Pemasangan Misterius di Malam Hari

Menurut Kepala Perwakilan Ombudsman RI Wilayah Banten, Fadli Afriadi, pagar ini dipasang oleh warga setempat yang diupah Rp 100.000 per malam. Namun, hingga saat ini, belum diketahui siapa yang memerintahkan pemasangan tersebut.

“Para pekerja menyampaikan bahwa mereka hanya diminta memasang pagar malam-malam dengan imbalan Rp 100.000. Tetapi, siapa yang memerintahkan mereka, itu masih belum jelas,” ungkap Fadli.

Baca Juga  Pulau Maratua dan Sambit Masuk Blue Ekonomi dan Kawasan Zonasi Strategis Nasional Tertentu
Jasa SMK3 dan ISO

Gangguan Ekonomi dan Lingkungan

Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono Caping, menyoroti dampak besar pagar ini terhadap ekonomi nelayan. Data menunjukkan sekitar 21.950 jiwa terdampak secara ekonomi akibat hilangnya akses nelayan ke laut.

“Dampaknya tidak hanya ekonomi, tetapi juga ekologi. Jika ini terkait reklamasi tanpa izin, kerusakan lingkungan akan semakin parah,” ujar Riyono.

Spekulasi dan Dugaan Keterlibatan Proyek Besar

Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu, menilai pagar ini mencerminkan adanya pelanggaran serius. Ia bahkan menyebut fenomena ini sebagai “negara dalam negara,” merujuk pada dugaan keterlibatan pengembang kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 dalam proyek tersebut.

Baca Juga  Tepis Isu Kenaikan Tarif, Perumda Air Minum Tirta Taman Tegaskan Fokus Peningkatan Mutu Pelayanan

“Dugaan kuat ini bagian dari strategi pengembang untuk memprivatisasi ruang laut. Namun, anehnya tidak ada lembaga yang berani menyatakan siapa pembangunnya,” kata Said Didu.

Desakan untuk Pembongkaran

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Ahmad Yohan, meminta pemerintah bertindak tegas. Ia mendesak pagar tersebut segera dibongkar untuk melindungi hak nelayan dan memastikan keadilan dalam pengelolaan ruang laut.

“Pemerintah tidak boleh kalah oleh pihak manapun, termasuk pengembang besar. Masyarakat pesisir adalah tulang punggung ekonomi kita,” tegas Yohan.

KKP dan Ombudsman Turun Tangan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa pemagaran laut ini melanggar hukum karena tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Selain itu, Ombudsman RI menyebutkan potensi malpraktik dalam penerbitan sertifikat tanah di laut, yang bertentangan dengan UUD 1945.

Baca Juga  RUU IKN Diserahkan Ke DPR RI, Irwan: Tinggal Memastikan IKN Tuntas Dibangun di Kaltim

“Kami akan memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama, terbuka, dan adil untuk semua,” kata Sekretaris DJPKRL, Kusdiantoro.

Pentingnya Kolaborasi Lintas Lembaga

Ketua Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), Rasman Manafi, menyerukan pengawasan lebih ketat untuk mencegah privatisasi ruang laut. Selain itu, Kementerian ATR/BPN juga diminta mencabut sertifikat yang diterbitkan secara mal administratif di area laut.

Pemerintah dan lembaga terkait, termasuk DPR RI, KKP, serta Ombudsman, diharapkan segera mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan masalah ini. Hingga kini, pagar sepanjang 30,16 km itu masih menjadi teka-teki besar yang mengundang banyak perhatian publik.(*)

Penulis: Nicky
Editor: Willy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button