Trending

PWI, IJTI Kaltim, dan AJI Balikpapan Mengutuk Tindakan Represif Oknum Polisi terhadap Wartawan

Loading

PWI, IJTI Kaltim, dan AJI Balikpapan Mengutuk Tindakan Represif Oknum Polisi terhadap Wartawan
Ketua IJTI Kaltim Amir Hamzah dan Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Abdurrahman Amin, menemui awak media yang mendapatkan intimidasi dari kepolisian. (Muhammad Budi Kurniawan/Akurasi.id)

Akurasi.id, Samarinda – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Timur (Kaltim), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kaltim, dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Balikpapan mengutuk keras tindakan represif oknum polisi terhadap kelima wartawan Samarinda, yang terjadi pada Kamis (8/10/20) malam lalu.

baca juga: Wartawan Samarinda Diinjak dan Dijambak Oknum Polisi saat Meliput Aksi di Polresta Samarinda

Ketua PWI Kaltim Endro S Effendi melalui Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Abdurrahman Amin menyesalkan adanya tindakan represif oknum polisi kepada awak media saat tengah meliput.

Dia mendesak Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman untuk mengusut kasus tersebut. Sekaligus  memberikan hukuman kepada anggotanya yang melakukan tindakan kekerasan kepada wartawan saat peliputan berlangsung.

Jasa SMK3 dan ISO

“PWI mengutuk atas tindakan represif anggota polisi kepada kelima wartawan yang meliput aksi. Kami meminta kapolres mengusut dan menindak anak buahnya terhadap intimidasi kepada wartawan,” ucap Abdurrahman Amin saat menemui kelima wartawan korban intimidasi, di Jalan Mawar Samarinda, Jumat (9/10/20).

Sementara itu Ketua IJTI Kaltim Amir Hamzah turut mengutuk tindakan represif aparat yang telah mencederai para wartawan.

“Kami prihatin dan turut mengutuk kepolisian yang telah mengganggu tugas para wartawan, sebab para jurnalis dilindungi UU pers saat meliput,” ujar Amir Hamzah.

Baca Juga  Updet Covid-19 Kaltim: Bertambah 9 Pasien, Kasus Positif di Kaltim Capai 503 Orang

Selain itu, Ketua AJI Balikpapan, Devi Alamsyah menyoroti aksi kekerasan dan intimidasi terhadap sejumlah jurnalis oleh aparat kepolisian di Mapolresta Samarinda.

“Jika terbukti bersalah, kami mendesak agar aparat kepolisian melayangkan permintaan maaf dan menanggung semua kerugian materiil dan fisik para korban,” jelasnya.

AJI juga meminta kepolisian menghormati Nota Kesepahaman Dewan Pers-Polri terdaftar dengan Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

“Aparat kepolisian menghentikan tindakan intimidatif terhadap jurnalis dalam melaksanakan proses peliputan. Baik itu mengancam, merusak fasilitas jurnalis hingga melakukan tindakan kekerasan,” imbuhnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya 5 wartawan menjadi target represif oknum kepolisian saat meliput peristiwa demo besar-besaran kemarin. Kelima wartawan tersebut yakni Samuel Gading (lensaborneo.id), Yuda Almeiro (idntimes.com), Apriskian Sunggu (Kalimantan TV), Mangir Titiantoro (Disway Kaltim), dan Faishal Alwan Yasir (Koran Kaltim) menjadi korban tindakan represif oknum kepolisian.

Dari keterangan resmi yang didapat, kelima wartawan tersebut mendatangi kantor Polresta Samarinda pukul 22.00 Wita. Mereka mendatangi kantor Polresta dikarenakan adanya 12 peserta aksi demo diamankan oleh polisi.

Kemudian saat tiba di lokasi kejadian, terjadi kericuhan antara mahasiswa dan 12 peserta yang diamankan Polisi. Sebab para mahasiswa meminta belasan pendemo yang diamankan segera dibebaskan.

Namun keadaan semakin memanas dan tak terkendali sehingga polisi pun menghamburkan massa dan mengejar salah satu yang diduga sebagai provokator. Kondisi ricuh di depan Mapolresta Samarinda ini membuat para jurnalis merekam peristiwa tersebut.

Baca Juga  Wartawan Samarinda Diinjak dan Dijambak Oknum Polisi saat Meliput Aksi di Polresta Samarinda

“Tiba-tiba saja ketika merekam video. Beberapa oknum polisi mulai meneriaki ke arah wartawan. Situasi semakin panas ketika oknum polisi tersebut menuduh teman-teman wartawan membuat framing atau memberitakan secara tidak berimbang situasi yang terjadi di tempat,” ucap Mangir Titiantoro.

Kemudian Samuel Gading mengaku rambutnya dijambak oleh oknum polisi berpakaian preman. Dia kemudian berteriak dan mengatakan bahwa dirinya wartawan, dan menunjukkan ID Card.

Oknum polisi tersebut langsung melepas jambakan dan pergi ke kerumunan. Sementara itu kaki Mangir diinjak dan sempat akan ditahan oleh kepolisian. Mangir mencoba merekam semua kejadian yang berlangsung saat itu. Samuel kemudian mengatakan bahwa pihak yang merekam video adalah wartawan. Namun sang polisi meneriaki wartawan tersebut dengan nada kurang menyenangkan. “Memangnya kenapa kalau kau wartawan,” ucap Mangir menirukan ucapan oknum polisi tersebut.

Disaat bersamaan, Yuda kemudian tiba-tiba saja ditunjuk oleh salah satu petugas lalu mempertanyakan urusan peliputan. Tak hanya itu dada Yuda juga ditunjuk-tunjuk dan diminta untuk memberitakan hal yang baik saja.

“Kemudian Kanis Jatanras meminta kami untuk bertemu sebelum pulang. Namun Yuda, Samuel, Apriskian, dan Mangir memilih pulang. Sementara Faisal dimintai keterangan dan bertahan di Polresta Samarinda,” ucap Yuda Almeiro.

Sementara itu, Faishal Alwan Yasir juga menceritakan pengalaman kurang menyenangkan saat kejadian berlangsung. Yakni saat dia meliput pembubaran mahasiswa di depan Mapolresta Samarinda Kamis malam.

Baca Juga  Hari Kedua Demo Tolak UU Cipta Kerja, Giliran Aliansi Ormas Bontang Bersuara

Ketika membuat rekaman video, Faishal langsung ditanya dengan bentuk intimidasi.

“Saya pers,” kata Faishal sambil menunjukkan identitas jurnalisnya.

Kemudian seusai itu, Faishal melanjutkan kerjanya dengan kembali mengambil video dari upaya pembubaran paksa tersebut, saat itu juga kemudian terdapat oknum kepolisian yang coba mempertanyakan identitas dia.

“Dia (oknum polisi) tanya siapa saya, aku bilang dari pers tapi dia malah tidak percaya, sambil saya perlihatkan dengan jelas identitas tersebut,” ucapnya.

Setelah kejadian itu, satu per satu membubarkan diri, ketika Faishal berdiri di samping motornya dan ingin pulang, salah satu oknum kepolisian menanyakan dirinya mau ke mana.

“Kamu tidak hargai saya kah kok langsung pulang, ke polres dulu, begitulah kira-kira kata polisinya” sambungnya.

Selanjutnya, karena sudah dipanggil bernada ancaman, Faishal menuju ke kantor polres.

Saat di polres tepat di halaman samping ruang INAFIS dan berdiskusi dengan oknum tersebut, rupanya oknum polisi itu hanya ingin bertemu dengan rekan wartawan lainnya. Setelah rekan yang lain tak kunjung datang, saya pun meminta untuk pulang.

“Aku pulang saja dulu bang, daripada dicariin, ditelpon-telpon terus soalnya,” pungkas Faishal.

Rencananya, Sabtu (10/10/20) besok akan ada pertemuan antara kelima wartawan yang menjadi korban intimidasi bersama pihak Kapolresta Samarinda. Guna membahas dan menindaklanjuti kasus yang terjadi. (*)

Penulis: Muhammad Budi Kurniawan
Editor: Suci Surya Dewi

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button