Medan, Akurasi.id – Viral di media sosial seorang siswa Sekolah Dasar (SD) di Kota Medan, Sumatera Utara, berinisial MI (10), dipaksa duduk di lantai kelas selama tiga hari lantaran menunggak Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) selama tiga bulan. Insiden ini menuai perhatian publik dan mengundang keprihatinan berbagai pihak.
Ibu siswa tersebut, Kamelia (38), merasa terpukul dengan perlakuan tak manusiawi yang diterima putranya. “Saya sempat nangis, ‘Ya Allah kok begini sekali.’ Saya lihat anak saya memang duduk di lantai, dan saya bilang kejam sekali gurumu, nak,” ujar Kamelia sambil terisak saat ditemui di rumahnya di Jalan Brigjen Katamso, Gang Jarak, Medan Johor.
Menurut penuturan Kamelia, hukuman tersebut berlangsung dari 6 hingga 8 Januari 2025, saat MI, siswa kelas IV SD Yayasan Abdi Sukma, Medan, diharuskan duduk di lantai keramik selama jam pelajaran berlangsung. Hal ini terjadi karena tunggakan SPP sebesar Rp450 ribu yang belum terbayar. Kamelia menjelaskan bahwa biaya pendidikan anaknya biasanya ditutupi dengan dana Kartu Indonesia Pintar (KIP), namun dana tersebut belum cair.
Keprihatinan Publik dan Respons Wakil Ketua DPRD Sumut
Kasus ini mendapat sorotan dari Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara, Ihwan Ritonga, yang langsung mengunjungi kediaman Kamelia pada Jumat (10/1/2025). Ihwan mengecam tindakan pihak sekolah dan meminta Dinas Pendidikan Kota Medan untuk segera menindaklanjuti kasus ini.
“Ini adalah pelanggaran nilai-nilai pendidikan. Dinas Pendidikan harus segera mengambil tindakan terhadap pihak sekolah dan wali kelas MI agar kejadian serupa tidak terulang,” tegas Ihwan.
Ia juga menyoroti pentingnya empati lembaga pendidikan terhadap kondisi ekonomi siswa. “Sekolah, baik negeri maupun swasta, harus memikirkan keberlangsungan pendidikan siswa, bukan hanya soal SPP.”
Kesulitan Ekonomi dan Permintaan Dispensasi
Kamelia, yang bekerja sebagai relawan di Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP), mengaku telah meminta dispensasi agar anaknya tetap bisa mengikuti ujian semester. Permintaan itu dikabulkan, namun MI tetap tidak diizinkan mengambil rapor karena tunggakan belum dilunasi.
“Saya sempat sakit saat pembagian rapor, jadi tidak bisa ke sekolah. Setelah itu, anak saya langsung dipaksa duduk di lantai saat kembali belajar,” ungkap Kamelia.
Ia merasa bersalah karena tidak mampu membayar SPP tepat waktu, namun menyesalkan perlakuan pihak sekolah yang menghukum anaknya. “Kalau mau menghukum, hukum saya sebagai orang tua, bukan anak saya yang hanya ingin belajar.”
Kamelia berencana melunasi tunggakan dengan menjual atau menggadaikan ponselnya. Ia berharap kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar siswa tidak menjadi korban kesalahan orang dewasa. “Anak-anak hanya ingin belajar. Jangan sampai pendidikan mereka terganggu karena masalah keuangan.”
Sementara itu, publik berharap adanya tindak tegas terhadap sekolah yang melanggar prinsip dasar pendidikan. Dukungan dari berbagai pihak terus mengalir untuk MI dan keluarganya.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy