
Akurasi.id – Dini hari Rabu, 1 Mei 2024, sebagian dari jalan raya di Provinsi Guangdong, China, runtuh menyusul hujan lebat yang terus-menerus mengguyur wilayah tersebut. Insiden tragis ini mengakibatkan kematian 19 orang dan melukai banyak lainnya, memicu kekhawatiran serius tentang keamanan infrastruktur dan pengelolaan risiko bencana di wilayah yang rentan terhadap kondisi cuaca ekstrem.
Menurut laporan yang dirilis oleh Associated Press, sekitar pukul 02.00 waktu setempat, sepanjang 17,9 meter dari jalan raya tersebut tiba-tiba runtuh, menyeret 18 mobil ke dalam lubang yang tercipta. Para saksi mata melaporkan bahwa mereka mendengar suara keras dan melihat lubang besar terbuka di belakang mereka saat melintasi bagian jalan yang kemudian ambruk.
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa kejadian ini bukan hanya menyebabkan kerusakan fisik yang signifikan tetapi juga memicu kebakaran yang menyulitkan upaya penyelamatan. Gambar dari lokasi kejadian yang beredar di media sosial dan berita menunjukkan asap dan api yang berasal dari reruntuhan, dengan beberapa kendaraan tampak terbakar.
Kantor berita Reuters melaporkan bahwa tim penyelamat, yang terdiri dari petugas keamanan publik, tanggap darurat, pemadam kebakaran, dan penyelamatan pertambangan, dikerahkan ke lokasi kejadian dalam jumlah yang besar. Lebih dari 500 personel penyelamat bekerja tanpa henti untuk mengevakuasi korban dari reruntuhan dan menyediakan pertolongan pertama bagi mereka yang terluka.
Pemerintah Provinsi Guangdong segera mengambil langkah-langkah untuk mengatasi dampak jangka panjang dari insiden tersebut. Sebagian dari jalan raya S12 ditutup untuk lalu lintas di kedua arah, dan pengemudi diarahkan untuk mengambil rute alternatif. Pemerintah juga mengumumkan bahwa mereka akan melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap penyebab pasti dari runtuhnya jalan raya tersebut dan meninjau ulang kebijakan pengelolaan infrastruktur mereka.
Tragedi ini menyoroti pentingnya pemeliharaan infrastruktur yang memadai dan pengelolaan risiko bencana yang efektif. Studi oleh para ahli geologi dan insinyur telah menunjukkan bahwa wilayah Guangdong, yang sering mengalami hujan lebat dan kondisi cuaca ekstrem lainnya, memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dalam merencanakan dan membangun infrastruktur. Ini termasuk memastikan bahwa bahan yang digunakan dapat menahan kondisi cuaca ekstrem dan bahwa ada sistem peringatan dini yang memadai untuk mengantisipasi dan mengurangi dampak dari bencana alam.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa banyak wilayah di China dan di seluruh dunia masih kurang dalam hal persiapan dan respons terhadap bencana alam. Kejadian seperti di Guangdong menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk investasi yang lebih besar dalam teknologi pemantauan dan respons bencana, serta kerjasama yang lebih erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam upaya mitigasi bencana.
Dampak jangka panjang dari tragedi ini tidak hanya terbatas pada kerugian nyawa dan kerusakan ekonomi tetapi juga mempengaruhi kepercayaan publik terhadap efektivitas pemerintah dalam melindungi warganya. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk tidak hanya fokus pada pemulihan jangka pendek tetapi juga pada pembangunan kembali yang lebih tangguh dan pengelolaan risiko bencana yang lebih baik di masa depan.
Kesimpulannya, tragedi di Guangdong adalah pengingat pahit bahwa infrastruktur yang tidak memadai dan pengelolaan risiko bencana yang kurang efektif dapat memiliki konsekuensi yang menghancurkan. Saat kita bergerak maju, harus ada komitmen yang diperbaharui untuk investasi dalam infrastruktur yang tangguh, pendidikan publik tentang risiko bencana, dan kerjasama global dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan perkembangan urban yang cepat.(*)
Penulis: Ani
Editor: Ani