Waspadai Dampak Berkepanjangan Covid-19 Bagi Debitur, OJK Perpanjang Kebijakan Stimulus Covid-19


Waspadai dampak berkepanjangan Covid-19 bagi debitur, OJK perpanjang kebijakan stimulus Covid-19. Latar belakang dan tujuan penyusunan POJK Perubahan POJK 14/2020, yakni mendorong optimalisasi kinerja lembaga jasa keuangan nonbank, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi, pada masa pandemi Covid-19
Akurasi.id, Samarinda – Pada Maret 2020 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lewat menerbitkan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (POJK Stimulus COVID-19) yang berlaku sampai dengan 31 Maret 2021. Kebijakan itu sebagai quick response dan forward looking policy atas dampak penyebaran Covid-19. POJK ini sendiri berlaku sampai dengan 31 Maret 2021.
Kepala OJK Kaltim Made Yoga Sudharma menuturkan, bahwa OJK senantiasa mencermati dinamika dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga kestabilan di sektor jasa keuangan, guna mendukung pemulihan ekonomi nasional. Setelah mendapatkan beberapa masukan dari beberapa elemen masyarakat seperti asosiai perbankan maupun asosiasi dunia usaha yang memberikan masukan bahwa masih membutuhkan waktu untuk bangkit.
“Maka pada tanggal 11 Desember 2020, OJK mengumumkan terbitnya ketentuan baru berupa POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 yang berlaku sampai dengan 31 Maret 2022,” jelasnya dalam kegiatan Bincang Bersama Media Ekonomi Kaltim, Selasa (22/12/2020).
Dia menyebutkan, bahwa POJK 48/2020 merupakan kebijakan dalam rangka langkah antisipatif untuk membantu debitur terdampak Covid-19 yang masih memiliki prospek usaha, namun memerlukan waktu lebih panjang untuk bisa kembali normal. Langkah ini juga untuk membantu perbankan dalam menata keuangannya terutama dari sisi mitigasi risiko kredit.
“Sehingga POJK 48/2020 dapat dikatakan sebagai sebuah langkah kombinasi, baik dari sisi stimulus maupun sisi prudential (kehati-hatian),” kata Yoga.
Perbedaan pada POJK 48/2020 adalah pada penambahan substansi yang lebih detail terkait penerapan manajemen risiko, yang harus dilakukan oleh bank dalam penerapan perpanjangan restrukturisasi, antara lain, kriteria debitur restrukturisasi yang eligible mendapatkan perpanjangan dan kecukupan pembentukan cadangan kerugian terhadap debiturdebitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah diberikan restrukturisasi pada tahap pertama.
“Pembagian dividen agar mempertimbangkan ketahanan modal atas tambahan CKPN yang harus dibentuk untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit restrukturisas, dan secara regular melakukan stress testing terhadap potensi penurunan kualitas kredit yang direstrukturisasi dan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan, khususnya CAR dan likuiditas,” paparnya.
Sama halnya dengan industri perbankan, lanjut Yoga, di industri keuangan nonbank (IKNB) juga dilakukan perpanjangan ketentuan relaksasi melalui penerbitan POJK Nomor 58/POJK.05/2020 tentang Perubahan Atas POJK Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank.
“Latar belakang dan tujuan penyusunan POJK Perubahan POJK 14/2020, pertama, mendorong optimalisasi kinerja lembaga jasa keuangan nonbank, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi, pada masa pandemi Covid-19. Kedua, pandemi Covid-19 diproyeksikan masih terus memberikan dampak negatif bagi debitur dan lembaga jasa keuangan nonbank sampai dengan tahun 2022,” paparnya. (*)
Penulis: Redaksi Akurasi.id
Editor: Dirhanuddin