CorakTrending

Kisah Mahasiswa Sangatta Menjelang Detik-detik Dipulangkan Pasca Virus Korona Merebak di Wuhan

Loading

virus korona wuhan
Bupati Kutim Ismunandar (baju putih) saat bercengkrama dengan Syarifah setelah dipulangkan dari Wuhan, Tiongkok. (Istimewa)

Akurasi.id, Sangatta – Kepulangan warga negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, Tiongkok ke kampung halamannya sebagai upaya menghindari penyebaran wabah virus korona, memberikan cerita tersendiri, terutama bagi mereka yang pergi mengenyam pendidikan di Negeri Tirai Bambu tersebut.

baca juga: Virus Corona Ancam Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Kaltim

Apalagi, setelah menjalani proses evakuasi, observasi hingga karantina selama dua minggu di Kepulauan Natuna sebelumnya, mereka dinyatakan negatif dari virus korona. Salah seorang dari WNI yang sempat menjalani karantina itu adalah Syarifah Nur Kholifah Saing (21), salah seorang warga Sangatta, Kutai Timur (Kutim).

Kepada media ini, Syarifah sapaan karibnya, berbagi cerita atas pengalamannya saat dipulangkan dari Tiongkok hingga menjalani proses karantina di Natuna. Sebagaimana diketahui, Pemerintah Indonesia menjemput sebanyak 237 WNI yang berada di Wuhan, Tiongkok.

Jasa SMK3 dan ISO

Hal itu menyusul situasi gawat di Wuhan usai merebaknya virus korona yang menyebabkan ribuan warga Tiongkok meninggal. Setelah dilakukan penjemputan, ratusan WNI tersebut kemudian menjalani serangkaian observasi dan karantina di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau sejak 1-14 Februari 2020.

Setelah karantina selama dua pekan, pemerintah memastikan 237 WNI tersebut sehat dan tak terjangkit virus korona. Pada Sabtu (22/2/20) lalu, WNI yang disebut sebagai peserta observasi ini dipulangkan ke daerah masing-masing.

“Rasanya sudah bahagia bisa kembali ke rumah (Sangatta). Kemarin (Sabtu) dari Halim Perdana Kusuma, Jakarta ke Bandara Adisutjipto lancar dan saya langsung kembali ke rumah di Jalan KH Abdullah, Gang Rahman, RT 49, Kecamatan Sangatta Utara,” kata Syarifah saat ditemui, Minggu (23/2/20).

Baca Juga  Susi Pudjiastuti Viral, Sentil Berita Puan Tanam Padi Hujan-Hujanan

Syarifah membeberkan bahwa keadaan di tempatnya menempuh pendidikan tidaklah mencekam seperti apa yang diberitakan media. Anak dari pasangan Muhammad Saing dan Maryam yang menjadi mahasiswa Kedokteran di Hubei, China ini mengaku, keseharian dia dan beberapa warga Wuhan berjalan seperti biasa saat virus tersebut mewabah.

“Sebenarnya di Wuhan saat itu kan memasuki liburan musim dingin dan liburan Imlek. Nah, mahasiswa juga memilih pulang kembali ke rumahnya masing-masing. Termasuk warga China pulang ke desanya ketika Imlek tiba. Jadi kami beraktivitas seperti biasa, namun pemerintah setempat menekankan kepada warga termasuk mahasiswa untuk menggunakan masker saat keluar rumah,” jelasnya.

Syarifah menceritakan, bahwa pemerintah Tiongkok juga menganjurkan warga untuk tidak berkumpul di kerumunan yang padat. Hal itu juga untuk meminimalisasi penyebaran virus korona.

“Terus terang pemerintah setempat tak memberi larangan khusus kepada warganya. Apalagi sampai melarang keluar dari rumah. Hanya saja dianjurkan berada di dalam rumah ketika tidak ada urusan yang penting. Kalaupun ingin keluar pemerintah juga mengimbau untuk tak mendatangi tempat yang banyak kerumunan masyarakat,” aku Syarifah.

Ia melanjutkan, setelah maraknya penyebaran virus korona, mahasiswa Indonesia yang berada di asrama kampus selalu di pantau oleh petugas. Namun petugas sendiri merupakan mahasiswa lain yang ditunjuk dosen untuk melaporkan aktivitas dan suhu tubuhnya.

“Memang petugas khusus (kesehatan) tidak ada, petugas sendiri adalah mahasiswa di kampus kami yang setiap hari meminta laporan terkait suhu tubuh kami. Jadi petugas khusus dipusatkan di rumah sakit yang ada di Wuhan,” ucap dia.

Meski hanya melaporkan suhu tubuh kepada petugas mahasiswa, Syarifah mengatakan petugas juga akan memandu mahasiswa yang merasa sakit untuk dibawa ke RS kampus. Jika butuh penanganan lebih lanjut, petugas akan  membawa ke rumah sakit yang lebih besar.

Baca Juga  Ditantang Mahasiswa Berdialog, Sarkowi Siap Penuhi Undangan

“Gejala yang dialami orang ketika flu, batuk, merasa suhu tubuh meningkat, hal-hal itu yang perlu dilaporkan. Sehingga petugas mahasiswa ini yang mengarahkan kami untuk diberi penanganan,” katanya.

Ditanyai apakah keadaan rumah sakit penuh kepanikan ketika virus tersebut menyebar di Wuhan, Syarifah menjelaskan tidak semua rumah sakit mengalami kepanikan sebagaimana yang banyak diberitakan di berbagai media.

“Saya tidak bisa mengonfirmasi apakah seluruh rumah sakit di China maupun Wuhan penuh kepanikan atau tidak. Tapi asrama kami yang dekat dengan rumah sakit besar tidak terlihat kepanikan itu. Bahkan antrean yang disebut sampai mengular ke jalan juga tidak ada. Semuanya normal seperti keadaan pada umumnya,”jelas dia.

Disinggung apakah benar stok makanan di Wuhan kehabisan karena efek penyebaran virus tersebut, Syarifah membantah. Masyarakat masih mendapat stok makanan meski harus berjalan sedikit jauh dari rumah atau asrama yang mereka tinggali.

“Stok makanan masih tersedia sebenarnya. Jadi kalaupun di sekitar kampus toko tidak menjual stok, masih ada supermarket besar yang menyedia banyak makanan,” kata perempuan kelahiran Palanro 3 Mei 2000 itu.

“Kami diperbolehkan keluar, bahkan berjalan-jalan hingga 1-2 kilometer tak masalah, namun harus menggunakan masker. Nah sesampainnya di rumah atau tempat tinggal kami dianjurkan mencuci tangan dengan sabun yang diberi secara gratis oleh kampus,” katanya.

Pemerintah Wuhan Sempat Membatasi Aktivitas Warga

virus corona wuhan
Bupati Kutim Ismunandar saat merangkul Syarifah sebagai bukti kalau yang bersangkutan dalam keadaan sehat, tidak terjangkit virus korona. (Istimewa)

Syarifah menjelaskan, pada 23 Januari 2020 pemerintah setempat membatasi warga keluar dari kota Wuhan. Selama 10 hari hingga 1 Februari 2020, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tiongkok terus memantau mereka selama terjadi kasus virus tersebut melalui anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok (PPIT) cabang Wuhan.

“Jadi pemerintah (Tiongkok) menutup (akses keluar masuk kota dan negara lain) pada 23 Januari, nah pada 1 Februari kami mulai dievakuasi pemerintah Indonesia untuk dipulangkan. Jadi memang tidak setiap hari KBRI menjenguk kami, tapi pantauan selalu mereka lakukan hingga kami benar-benar keluar dari Wuhan,” terang dia.

Baca Juga  Eskalator KRL Bekasi Mendapat Karangan Bunga sebagai Simbol Ketidakpuasan Pengguna

Setelah dievakuasi dari Wuhan, sebanyak 237 WNI termasuk Syarifah dan rekan satu asramanya yang berasal dari Indonesia dijemput pemerintah menggunakan pesawat boeing 737. Semuanya di antar menuju Batam untuk transit dan selanjutnya dikirim ke Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau untuk menjalani observasi selama dua pekan hingga 14 Februari 2020.

“Jadi di saat turun di Batam itu kami disemprot desinfektan. Setelah itu baru kami terbang lagi ke Natuna dan langsung masuk di ruang observasi. Jadi kami dilakukan pemantauan hingga dua pekan,” jelasnya.

Saat ini Syarifah mengaku senang telah berkumpul dengan keluarga. Pihaknya juga merasa sehat dan tidak ada kekhawatiran keluarga terkait kesehatannya, apalagi virus korona.

Bukti sehat Syarifah, dapat tercerminkan dari kedatangan Bupati Kutim Ismunandar yang bertandang di kediaman orangtua Syarifah. Orang nomor satu di Pemerintahan Kutim itu datang mendekat, bahkan merangkul dan memeluk Syarifah layaknya ayah dan anak.

Seusai perjumpaan itu, lelaki yang karib disapa Ismu itu tetap sehat. Bahkan terus melanjutkan aktivitas menghadiri berbagai acara, dari Kecamatan Sangatta Utara, Muara Wahau, hingga Telen.

Syarifah mengaku senang dijumpai langsung oleh Bupati Kutim. Dirinya bisa bangkit dari rasa takut dan khawatir yang selama ini membayangi WNI yang berada di Tiongkok. Keluarganya juga semakin berbahagia.

“Saya dan keluarga mengucapkan banyak terimakasih kepada Pemkab Kutim, khususnya Pak Bupati yang sudah datang berkunjung ke kediaman saya,” ucapnya senang. (*)

Penulis: Ella Ramlah
Editor: Dirhanuddin



Print Friendly, PDF & Email

Artikel Terkait

Back to top button