Catatan

Korban Lubang Tambang Terus Bertambah, Apakah Isran Masih Layak Menahkodai Kaltim?

Loading

Banjir di Samarinda, Kritik  dan Apresiasi atas Kinerja Pemkot
Pradarma Rupang (Istimewa)

Ditulis Oleh: Pradarma Rupang

26 Juni 2019

Sudah waktunya Gubenur Kaltim Isran Noor mengibarkan bendera putih. Kemudian menyerahkan tanggung jawab penutupan lubang tambang di Kaltim kepada pemerintah pusat. Bendera putih sebagai tanda ketidakmampuannya mengurus krisis sosial ekologis yang  tensinya terus memuncak di Kaltim.

Hal itu ditunjukkan dengan kematian remaja dan anak-anak di lubang tambang batu bara.  Tiga hari lalu, 22 Juni 2019,  Ahmad Setiawan, siswa kelas IV Sekolah Dasar, menjadi korban ke-35 yang meninggal di lubang tambang batu bara PT Insani Bara Perkasa (IBP). Sebelumnya, sudah empat anak yang meninggal di lubang milik perusahaan yang sama.

Jasa SMK3 dan ISO

Tak hanya mengibarkan bendera putih, sudah waktunya para pejabat menghentikan “komentar-komentar jahat” yang tidak menunjukkan empati  terhadap keluarga korban. Karena statement itu menyakiti mereka yang telah kehilangan anak-anaknya serta menghina akal sehat bangsa Indonesia.

Baca Juga  Autobiografi Andri (1): “Spirit Ibu Mengantarkan Saya Lulus di Gontor”

Upaya pemerintah menyalahkan keluarga korban adalah “cara jahat” pejabat di Kaltim. Mereka menutupi kealpaannya mengawasi aktivitas pertambangan di Bumi Etam.

Sejauh ini, tak terlihat peran pemerintah mengawasi lubang-lubang bekas tambang yang ditelantarkan. Tak ada pula pengawasan secara menyeluruh terhadap kawasan tersebut agar aman bagi masyarakat sekitar.

Padahal, sejumlah aturan yang mewajibkan pelaku tambang bertanggung jawab terhadap konsesi serta lubang tambangnya telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Paska Tambang, dan Peraturan Daerah (Perda) Kaltim Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Paska Tambang.

Beberapa rekomendasi untuk merespons kasus lubang tambang di Kaltim pun telah dihasilkan. Antara lain rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Panitia Khusus (Pansus) Reklamasi dan Investigasi Kasus Bekas Lubang Tambang DPRD Kaltim. Dari dua rekomendasi tersebut, tidak ada satu pun yang dijalankan oleh gubernur Kaltim.

Baca Juga  Masa Depan Politik Kita

Belum genap satu tahun Isran Noor dan Hadi Mulyadi memimpin Kaltim, sudah enam orang anak meregang nyawa di lubang bekas tambang. Pejabat-pejabat daerah hingga pusat memilih saling melempar tanggung jawab.

Apakah Isran Noor masih layak memimpin Kaltim untuk empat tahun ke depan? Kekecewaan publik kerap muncul disertai pernyataan ketidakpuasan terhadap kepemimpinannya selama beberapa bulan terakhir.

Obral izin di masa lalu tak diperhitungkan dampaknya. Kini, tempat tinggal warga tak lagi aman. Lahan bermain anak-anak terkesan menakutkan. Di sekitar rumah dan pekarangan tersebar lubang-lubang tambang. Ini ibarat ranjau perang yang setiap saat mengancam keselamatan manusia.

Tempat bermain yang aman untuk anak-anak kini hanya ada di mal, kolam hotel, waterboom, dan taman lampion. Akibatnya, orang tua harus merogok koceknya jika buah hatinya ingin bermain dengan aman.

Baca Juga  Penyelesaian Banjir di Samarinda, Tugas Kita Bersama

Apakah wahana bermain seperti ini dapat diakses ibu Rahmawati, Nuraini, Marsini, Mulyana, dan beberapa ibu-ibu yang kondisi perekonomiannya berada di strata menengah ke bawah?

Saya mendengar keluhan mereka setelah membaca komentar Isran Noor, “Kami tak sanggup mengupah baby sitter. Seandainya Pak Isran Noor diposisikan seperti kami, apakah dia masih akan berbicara seperti itu?”

Kealpaan pejabat menjalankan tanggung jawabnya melindungi keselamatan rakyat terlihat dari pembiaran keberadaan lubang tambang di seluruh wilayah Kaltim yang jumlahnya 1.735.

Jumlah “lubang maut” yang demikian banyak ini tak membuat para pejabat di Kaltim terusik. Lubang-lubang itu ditelantarkan para pengusaha tambang saat pejabat negara mengagung-agungkan industri batu bara. Faktanya di negeri ini, batu bara jauh lebih berharga dari nyawa anak-anak. (*)

Editor: Ufqil Mubin

Sekilas: Penulis adalah Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur.

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button